Rabu 11 Mar 2020 17:29 WIB

Kontribusi Ekonomi Kreatif ke PDB Ditarget Naik 7,4 Persen

Pada 2019, ekonomi kreatif berkontribusi Rp 1.105 triliun terhadap PDB nasional.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio. (Antara/Muhammad Iqbal)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio. (Antara/Muhammad Iqbal)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memperkirakan kontribusi ekonomi kreatif (ekraf) terhadap total produk domestik bruto (PDB) nasional akan naik pada tahun ini. Menparekraf, Wishnutama Kusubandio, optimistis ekraf akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.

Ia menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun oleh OPUS Ekonomi Kreatif 2019, sektor ekraf berkontribusi sebesar Rp 1.105 triliun terhadap PDB nasional. Nilai ekonomi tersebut disumbang dari 17 subsektor yang terdapat dalam ekraf.

Baca Juga

Sebanyak 17 subsektor ekonomi kreatif di antaranya, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual (DKV), desain produk, fashion, film animasi video, fotografi periklanan, kerajinan (kriya), kuliner, musik, aplikasi, pengembangan permainan, penerbitan, periklanan, tv dan radio, seni pertunjukkan, dan seni rupa.

Perkembangan itu menjadikan Indonesia menempati posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan dalam persentasi kontribusi ekraf terhadap PDB negara. "Tahun ini diperkirakan kontribusinya terhadap perekonomian nasional akan meningkat 7,44 persen," kata Wishnutama dalam keterangannya, Rabu (11/3).

Selain berkontribusi cukup tinggi, sektor ekraf pada tahun lalu membantu meningkatkan angka serapan kerja sebanyak 17 juta orang selama satu tahun. Karena itu, sektor ekonomi kreatif dewasa ini tidak bisa diremehkan karena memberikan dampak yang nyata bagi ekonom nasional.

Kendati demikian, ia menuturkan masih terdapat pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengembangkan ekraf di Tanah Air. Khususnya regulasi maupun ekosistem dalam menghadapi persaingan global di era Revolusi Industri 4.0.

Wishunutama mengatakan, industri ekraf membutuhkan ekosistem yang kondusif agar produk lokal dapat menjadi pemimpin di pasar sendiri bahkan dunia. Saat ini, perbandingan jumlah produk kreatif lokal dengan impor di market place masih tidak seimbang.

Di dalam layanan e-commerce Indonesia, ia menyebut bahwa 70 persen produk diisi oleh barang impor. Ekonomi kreatif lokal hanya mengisi tidak lebih dari 10 persen. Hal serupa juga terjadi untuk pasar offline atau konvensional.

Karena itu, pihaknya tengah mendorong lahirnya regulasi yang melindungi perkembangan ekonomi kreatif domestik. "Kita harus dapat menciptakan ekosistem yang kondusif agar produk lokal kita dapat menjadi pemimpin di pasar kita sendiri,” katanya.

Tak kalah penting yakni soal transfer pengetahuan dan kemampuan untuk pelaku kreatif di Indonesia. Saat ini, kata dia, pelaku industri ekonomi kreatif di dunia sudah banyak yang memanfaatkan analisis big data serta artificial intelligence sehingga bisa memprediksi selera dan kemauan pasar.

“Ini adalah hal yang sangat penting untuk kita terus bangun agar industri kita dapat survive juga dalam berkompetisi," kata Wishnutama.

Ia juga menekankan pentingnya mengembangkan bibit unggul entrepreneur ekonomi digital di kalangan milenial dalam menciptakan karya kreatif. Sebagai tahap awal, kata Wishnutama, ke depan akan dibangun creative hub di 5 destinasi super prioritas. Yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.

Creative hub sebagai ruang berkreasi bagi masyarakat lokal setempat sekaligus akan menjadi media dalam menciptakan kemandirian ekonomi daerah.  Pihaknya berharap, dengan adanya program-program inkubasi terpadu, ditargetkan akan lahir banyak berbagai karya ekonomi kreatif terobosan untuk kebutuhan pasar yang kekinian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement