Rabu 11 Mar 2020 13:10 WIB

Mentan: Usaha Kopi Prospektif Seiring Kenaikan Konsumsi

Kecenderungan pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibanding pertumbuhan produksi kopi

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan usaha pertanian untuk komoditas kopi memiliki prospek positif seiring adanya kenaikan konsumsi global.  Foto kopi, (ilustrasi).
Foto: Needpix
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan usaha pertanian untuk komoditas kopi memiliki prospek positif seiring adanya kenaikan konsumsi global. Foto kopi, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan usaha pertanian untuk komoditas kopi memiliki prospek positif seiring adanya kenaikan konsumsi global. Hanya saja, Indonesia mengalami kendala dari sisi produktivitas yang masih kalah dari negara-negara produsen kopi.

Syahrul menjelaskan, menurut data International Coffee Organization (ICO), produksi kopi dunia sepanjang tahun 2019 mencapai 10,4 juta ton sedangkan konsumsi tembus hingga 10,16 juta ton. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi tersebut mengalami penurunan 0,8 persen sedangkan konsumsi justru meningkat 0,7 persen.

Baca Juga

"Artinya, kecenderungan pertumbuhan konsumsi lebih tinggi dibanding pertumbuhan produksi kopi," kata Syahrul dalam Perayaan Hari Kopi Nasional di Gedung Kementan Jakarta, Rabu (11/3).

Syahrul melanjutkan, produksi kopi dunia itu antara lain ditopang oleh Brasil sebagai produsen terbesar sekitar 3,56 juta ton (34,2 persen) dari pangsa pasar. Selanjutnya diikuti oleh Vietnam 1,62 juta ton (15,5 persen) dan Indonesia sebesar 722,4 ribu ton (6,94 persen). Sisanya dipasok oleh Kolumbia, Amerika Selatan, dan negara-negara Asia.

Meski menempati posisi ketiga, persoalan produktivitas masih menjadi tantangan. Dari data terakhir Kementan tahun 2018 menunjukkan, produktivitas kopi Indonesia hanya 0,78 ton per hektare. Produksi itu dihasilkan dari area lahan seluas 1,24 juta hektare.

Lebih rinci, terdiri dari kopi robusta dengan luas area 895,9 ribu hektare (ha) dengan produksi 527,8 ribu ton serta kopi arabika seluas 345,6 ribu ha dengan produksi 194,6 ribu ton. Produksi tersebut mayoritas atau sebanyak 96 persen dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan 4 persen sisanya oleh kemitraan perusahaan dan petani plasma.

Syahrul mengatakan, dari capaian tersebut, Indonesia tetap masih kalah saing dari Brasil yang mencapai 1,9 ton, Vietnam 2,6 ton per hektare, serta Kolombia 0,92 ton per hektare. Data itu menunjukkan bahwa Indonesia masih harus meningkatkan produkvitias untuk bisa memenuhi tingginya permintaan pasar.

"Bagi Indonesia, kopi adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan sebagai sumber devisa negara sekaligus penyedia lapangan kerja dan penyedia bahan baku industri," tuturnya.

Kendati masih mengalami kendala dari sisi produktivitas, performa usaha kopi dalam ekspor masih cukup baik. Tahun 2019 lalu, kata dia, ekspor kopi mencapai 395 ribu ton atau naik 28,25 persen dari tahun sebelumnya. Mayoritas kopi di ekspor ke Amerika Serikat, Malaysia, dan Jepang. Adapun ekspor kopi didominasi dalam bentuk green bean baik untuk jenis robusta maupun arabika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement