Selasa 10 Mar 2020 15:05 WIB

Menkeu: Penyusunan Paket Stimulus Pajak Sudah 95 Persen

Paket stimulus pajak ini akan segera dipresentasikan ke Presiden Jokowi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, instrumen stimulus pajak untuk meredam dampak virus corona sebenarnya sudah hampir rampung. Ia menyebutkan, sekitar 95 persen dari proses rencana ini sudah selesai.

Sisanya, lima persen, adalah menunggu keputusan waktu dan durasi pemberlakuan serta sektor yang dituju. Menurut Sri, keputusan tersebut harus diambil bersama dengan jajaran kementerian lain, terutama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca Juga

"Ini adalah etika secara policy, kami harus koordinasi dengan Menko (Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto) dan kabinet," ujarnya ketika ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Jakarta, Selasa (10/3).

Apabila secara strategi ekonomi sudah selesai, Sri menuturkan, paket stimulus ini akan segera dipresentasikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta persetujuan. Tentunya, ketetapan ini diambil berdasarkan situasi terknis dan strategi kebijakan pendukung yang perlu dilakukan.

Stimulus fiskal yang disebutkan Sri akan mencakup beberapa jenis pajak. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang diterapkan kepada karyawan hingga PPh Pasal 25 untuk korporasi. Tapi, ia belum dapat menjelaskan skema secara detail, apakah insentif itu diberikan dalam bentuk penundaan atau ditanggung pemerintah (Pajak Ditanggung Pemerintah/ P-DTP).

Selain itu, pemerintah mempertimbangkan memberikan insentif PPh Pasal 22, yakni pajak penghasilan badan atas kegiatan impor barang konsumsi. Terakhir, percepatan restitusi untuk menjaga kestabilan arus keuangan perusahaan.

Menurut Sri, pilihan-pilihan kebijakan ini tidak jauh berbeda dengan situasi krisis global pada periode 2008-2009. Meski sumber permasalahannya beda, dampak ke sektor keuangan mirip. "Semua pilihan dibuka… dalam rangka kembalikan ketenangan market," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Stimulus fiskal yang dirancang pemerintah ini disiapkan dalam bentuk dua skenario. Pertama, untuk jangka pendek yang dalam hal ini adalah sampai Maret atau April. Kedua, bersifat jangka panjang yang berarti sampai akhir tahun atau bahkan semester pertama tahun depan.

Sri mengatakan, fokusnya adalah menjaga kestabilan ekonomi melalui berbagai instrumen, sehingga fundamental ekonomi Indonesia tetap sehat meski ada tekanan luar biasa dari berbagai faktor.

Sri mengakui, tidak mudah merancang kebijakan stimulus fiskal ini. Salah satu faktornya, belum ada studi yang menjelaskan secara pasti mengenai seberapa lama penyebaran virus korona berlangsung.

Karena ketidakpastian itu, Sri menekankan, pemerintah harus berhati-hati dalam memberikan stimulus. Termasuk dengan tidak terlalu gerilya mengeluarkan stimulus dalam jumlah banyak dengan waktu berdekatan. "Kalau amunisi habis di depan, kita harus hadapi situasi intervensi dalam jangka panjang," ujarnya.

Sebelumnya, pada Rabu (4/3), Airlangga sempat menyebutkan, nilai paket stimulus fiskal ini tidak akan jauh berbeda dengan paket sebelumnya yang sebesar Rp 10,3 triliun. Paket pertama dikeluarkan pemerintah pada dua pekan lalu dengan fokus utama untuk mendorong sektor pariwisata.

Sementara itu, Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, stimulus dari instrumen pajak memang dibutuhkan di tengah situasi ekonomi yang sedang melambat saat ini. Apalagi dengan penyebaran virus corona atau Covid-19, situasi ekonomi global semakin suram.

"Pertimbangannya harus komprehensif," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement