Senin 09 Mar 2020 14:23 WIB

Hemat Rp 40 T Lewat Penindakan Truk Berdimensi Lebih

Penindakan truk berdimensi lebih atau ODOL dimulai sejak Senin (9/3).

Sejumlah truk yang akan menyeberang ke Sumatra antre sebelum masuk kapal ferry di Pelabuhan Merak, Banten, Sabtu (7/3/2020). Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan larangan bagi truk serta kendaraan lain dengan muatan berlebih (over dimensi maupun over loading) untuk menyeberang di jalur Merak-Bakauheni maupun sebaliknya karena berpotensi merusak jalan yang berakibat merugikan negara dan kepentingan umum.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Sejumlah truk yang akan menyeberang ke Sumatra antre sebelum masuk kapal ferry di Pelabuhan Merak, Banten, Sabtu (7/3/2020). Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan larangan bagi truk serta kendaraan lain dengan muatan berlebih (over dimensi maupun over loading) untuk menyeberang di jalur Merak-Bakauheni maupun sebaliknya karena berpotensi merusak jalan yang berakibat merugikan negara dan kepentingan umum.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Mabruroh

Mulai hari ini (9/3), jajaran Korps Lalu Lintas Polri menindak para pengemudi yang mengendarai truk dengan dimensi berlebih dan bobot berlebih (ODOL). Penegakan hukum tersebut diberlakukan di sepanjang Tol Tanjung Priok, Jakarta hingga Bandung, Jawa Barat.

Baca Juga

"Kebijakan zero Over Dimension Over Load (ODOL) untuk ruas jalan tol Tanjung Priok sampai ke Bandung akan diberlakukan mulai tanggal 9 Maret 2020," kata Kakorlantas Polri Irjen Istiono, saat ditemui di Gerbang Tol Tanjung Priok 1, Jakarta Utara, Senin.

Istiono mengatakan, penindakan terhadap truk ODOL sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Namun hasilnya tidak maksimal. "Mudah-mudahan yang sekarang berhasil," katanya.

 

Ia menjelaskan, terkait kebijakan zero truk ODOL di ruas Tol Tanjung Priok-Bandung, maka sejak hari ini dilakukan pengawasan dan penegakan hukum di sejumlah gerbang tol di sepanjang ruas jalan tol Tanjung Priok-Bandung. Dari 187 gerbang tol, pengawasan diprioritaskan di 26 gerbang tol dengan banyak truk ODOL melintas.

Sebanyak 26 gerbang tol tersebut, di 13 gerbang tol yaitu gerbang tol Tanjung Priok 1, Koja, Kebon Bawang, Semper, Cakung, Rorotan, Cibitung, Cikarang Barat, Karawang Barat, Karawang Timur, Cikampek, Padalarang, dan Cileunyi akan dilakukan pengawasan terhadap truk ODOL menggunakan alat ukur dan alat timbang kendaraan portabel.

Sedangkan di 13 gerbang tol lainnya, yaitu gebang tol Gedong Panjang, Angke, Jelambar, Kapuk, Pluit, Ancol, Jembatan Tiga, Cikarang Timur, Kalihurip, Tol Timur, Jatiluhur, Sadang, dan Cileunyi dilakukan pengawasan terhadap truk dimensi berlebih (over dimension).

"Kendaraan over dimensi akan kami tindak pidana hukuman satu tahun sesuai pasal 277 Undang-Undang Lalu Lintas," katanya pula.

Upaya penindakan terhadap truk ODOL di ruas Tol Tanjung Priok-Bandung merupakan langkah awal demi tercapai kebijakan zero truk ODOL pada Januari 2023. Program tersebut juga didukung bersama oleh Ditjen Hubungan Darat (Hubdar) Kementerian Perhubungan dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Penindakan ini merupakan komitmen dan tindak lanjut pemerintah dalam penanganan truk kelebihan dimensi dan muatan yang telah disepakati pada 24 Februari 2020 bahwa jalan tol bebas truk kelebihan muatan dan dimensi mulai 1 Januari 2023.

“Ini saatnya mulai membuktikan kepada operator logistik, kita serius. Kakorlantas Polri, BPTJ, dan BPJT sebagai komitmen dan kesuksesan kita, mulai hari ini turun ke lapangan,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi.

“Semuanya tidak hanya pemerintah yang bergerak dan bertindak. Swasta sebagai pelaku logistik juga mendukung semuanya,” katanya.

Setelah menindak di Tanjung Priok hingga Bandung, selanjutnya penindakan dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk per 1 Mei 2020. Nantinya kendaraan kelebihan muatan dan dimensi tidak diperbolehkan lagi menyeberang dari Jawa ke Sumatra dan Jawa ke Bali.

“Asosiasi seperti Gapasdap dan Infa protes karena kendaraan ODOL ini merusak mobile bridge dan menyebabkan ketidakseimbangan kapal dan potensi terjadi kecelakaan,” katanya.

Namun, untuk angkutan yang mengangkut bahan pokok dan penting masih diperbolehkan kelebihan muatan di bawah 50 persen jalan-jalan nasional. “Kalau lebih dari 50 persen, tetap akan kami tindak,” katanya.

Budi mengatakan penindakan ini merupakan bentuk implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Budi mengatakan pihaknya sudah memberlakukan penindakan di Riau, Jakarta dan Semarang.

Selain itu, lanjut dia, tidak ada lagi uji KIR yang menggunakan buku KIR, karena mulai 2020 hasil KIR akan berbentuk kartu. “Kebijakan 2020 tidak ada lagi uji KIR menggunakan buku karena semenjak 2020 sudah ganti dengan kartu dan apabila 2020 masih keluarkan buku KIR sudah terindikasi palsu,” katanya.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan Indonesia darurat ODOL. Djoko juga meminta, agar tidak hanya pengendara truk yang mendapatkan sanksi namun juga perusahaan pemilik barang.

"Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk sanksi denda dan kurungan bagi pelanggar kendaraan ODOL perlu ditingkatkan. Pemilik barang dapat dikenakan sanksi, bukan pengemudi yang selalu menjadi tumpuan kesalahan," ujar Djoko.

Djoko menuturkan, dampak angkutan mobil barang ODOL tidak hanya dirasakan oleh pemerintah pusat di jalan nasional. Akan tetapi juga dialami oleh pemda yang memiliki wewenang membangun dan memelihara jalan kota, jalan kabupaten dan jalan provinsi.

"Kerusakan jalan yang begitu cepat pasti akan menguras APBN dan APBD yang sebenarnya dapat digunakan untuk program lainnya," ujar Djoko.

Belum lama ini, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya meluapkan kekesalannya terhadap pengemudi muatan tanah yang melintas di Kampung Pasir Buah, Desa Lebakasij, Kecamatan Curugbitung. Mobil truk dihentikan karena merusak dan mengotori jalan serta mengakibatkan jembatan Cibeureum rusak berat dan berlubang.

Jembatan tersebut pembangunannya dibiayai oleh APBD Kabupaten Lebak sebesar Rp 50 miliar. Akhirnya, harus ditutup untuk diperbaiki dan tidak dapat dilewati warga sementara waktu.

Menurut data dari Stastitik Perhubungan 2018, distribusi angkutan barang berdasarkan moda di Indonesia, terbanyak menggunakan angkutan jalan (truk) 91,25 persen. Kemudian diikuti angkutan laut (kapal batang) 7,07 persen, angkutan penyeberangan (ferry) 0,99 persen, kereta api 0,63 persen, angkutan udara (pesawat) 0,05 persen dan angkutan sungai (perahu) 0,01 persen.

Keunggulan menggunakan moda truk adalah aksesibilitas, cepat dan responsif.  "Hingga saat ini masih ada masalah ODOL," ujar Djoko.

Permasalahan over dimension, seperti masih banyak ditemukan truk yang beroperasi mengangkut muatan dengan ukuran melebihi ukuran yang ditentukan. Masih ditemukan ketidaksesuaian antara fisik kendaraan bermotor dengan dokumen, seperti Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT) atau Buku Uji, serta masih ditemukan buku KIR palsu, dan penindakan hukum terkait pelanggaran modifikasi kendaraan masih lemah.

Sementara, permasalahan over loading, seperti pelanggaran muatan dengan muatan lebih dari 100 persen dari yang diizinkan atau rata-rata dari kendaraan 2 sumbu, 3 sumbu atau lebih adalah berkisaran pada 20 ton per sumbu, denda  yang diberikan oleh pengadilan bukan merupakan denda maksimal, dan isu yang berkembang terkait over loading dilakukan oleh pemilik barang, bukan oleh transporter atau pemilik armada.

"Jika melintas di jalan tol, kendaraan ODOL dapat menghambat arus kendaraan serta dapat menimbulkan kecelakaan, akibat jumlah muatan yang berlebih, sehingga kecepatan tidak dapat optimal. Rata-rata tidak lebih dari 40 kilometer per jam," tutur Djoko.

Truk atau kendaraan dengan dimensi berlebih juga membahayakan publik. Data dari PT Jasa Marga tahun 2019, kejadian kecelakaan tabrak belakang (melibatkan kendaraan angkutan barang) terjadi sebesar 26,88 persen. Persentase kelebihan muatan yang terbanyak terjadi, yaitu 21-50 persen dari persyaratan dalam ketentuan mengenai jumlah berat yang diijinkan (JBI).

Pada 2019, dengan komposisi rata-rata Non Golongan I sebesar 14,0 persen berdampak pada kecelakaan sebanyak 48,02 persen (melibatkan kendaraan angkutan barang) di ruas tol milik PT Jasa Marga. Persentase kendaraan odol di ruas jalan tol ini adalah sebesar 37,87 persen.

Jenis pelanggaran selama operasi penertiban pelanggaran kelebihan muatan (overload) sebesar 37,87 persen, over dimension 2,45 persen, ketidaklengkapan dokumen 3,59 persen dan yang tidak melanggar 55,91 persen.

Data dari Badan BPJT, kecelakaan tabrak belakang (melibatkan kendaraan angkutan barang) di jalan tol mengalami penurunan. Tahun 2014 36,63 persen, tahun 2015 35,85 persen, tahun 2016 33,12 persen, tahun 2017 29,89 persen, dan tahun 2018 30,50 persen.

Berdasarkan data UPPKB Ditjen Perhubungan Darat selama Februari 2019 pelanggaran masih didominasi over loading sebanyak 90 persen, pelanggaran administrasi 9 persen dan pelanggaran over dimension 1 persen.

"Agar kendaraan tidak over dimension, saat uji KIR perlu pengetatan sesuai aturan. Agar tidak over loading, saat penimbangan di UPPKB tidak perlu toleransi kelebihan. Jika ketahuan ODOL di jalan, Polantas berwenang menindak tanpa kompromi," tegas Djoko.

Oleh sebab itu, menurutnya, sangat diperlukan sinergi pengawasan antarinstitusi untuk menuntaskan ODOL.

berdasarkan data dari Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) potensi kerugian negara akibat over loading dan over dimensi mencapai Rp 43,45 triliun persen tahun. Dampak dari pelanggaran muatan yang berlebihan membuat semakin membesarnya anggaran untuk pemeliharaan jalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement