Sabtu 07 Mar 2020 22:02 WIB

Rektor IPB Luncurkan Buku Politik Sumber Daya Alam

Buku adalah sebuah peradaban.

Rektor IPB, Prof Arif Satria (keempat dari kiri) bersama para tokoh penerima buku
Foto: Dok IPB
Rektor IPB, Prof Arif Satria (keempat dari kiri) bersama para tokoh penerima buku

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Alam bersifat terbatas, tetapi harus berhadapan dengan kebutuhan, keinginan dan kepentingan manusia yang seolah tidak terbatas. Inilah alasan yang paling mendasar mengapa terjadi krisis Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan.

Prof Dr Arif Satria, Rektor IPB University yang juga Guru Besar dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat menerbitkan  buku  Politik Sumber Daya Alam (PSDA).  Buku itu  membahas tentang kajian politik lingkungan, perikanan dan pangan yang merupakan sektor strategis di Indonesia. Bedah Buku dilangsungkan di IPB International Convention Center (IICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/3).

Prof Tridoyo Kusumastanto selaku Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) IPB University dalam sambutannya menyampaikan, "Buku adalah sebuah peradaban. Kalau dicermati buku disusun mulai dari pengalaman, diuji dengan teori dan kemudian dituliskan menjadi gagasan yang besar. Untuk menjadi seorang profesor memerlukan waktu yang panjang dan itu diuji dengan banyak hal, mulai dari mengurusi mahasiswa yang itu banyak problem sampai bertemu dengan berbagai kebijakan publik."

Lebih lanjut dikatakannya, “Problem yang kita hadapi sebagai bangsa adalah sebuah gagasan penting yang telah dituangkan tapi tidak nyambung ke kebijakan publik. Ini harus menjadi perhatian bersama. Kebijakan yang sudah diputuskan harus sampai selesai diimplementasikan.”

Sementara itu, Prof Arif Satria mengurai bahwa menulis itu bukan sekedar seni membuat kata-kata, tetapi bagaimana mengkonstruksi pemikiran agar menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi publik. "Pengalaman saya pribadi, dengan menulis opini di media massa, saya terlatih untuk berpikir sistematis, berlatih untuk mencari angle sudut pandang yang berbeda, melatih untuk berpikir cepat, dan juga melatih untuk peduli kepada kepentingan publik," ungkapnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Prof Arif lebih lanjut mengurai, "Indonesia punya obsesi untuk menjadi negara maju. Sehingga, kalau kita tidak bisa mengelola dengan baik SDA yang melimpah ini dengan memperhatikan aspek justice, aspek ekologis, aspek bisnis maka kita tidak akan mampu survive di masa mendatang.” 

Ia menambahkan, hybrid dari sosial politik dan prinsip scientific rasionalitas ekologi, ekonomi, sosial politik harus dalam satu bingkai yang terintegrasi. “Rasionalitas teratas itu didominasikan oleh sejumlah aktor. Aktor yang penting adalah negara, market dan community. Tiga aktor ini yang menurut saya dominan,” ujarnya.

Menurut Prof Arif, era demokrasi adalah era yang bisa dijadikan untuk menjadi momentum di mana antar aktor menjadi ruang yang bisa bertemu dan peran civil society seperti kampus, NGO itu untuk mengintegrasikan sehingga menciptakan keseimbangan antara rasionalitas ekonomi, politik dan ekologi. Momentum demokrasi adalah momentum yang bisa dimanfaatkan untuk bisa menciptakan sebuah era dimana harmonisasi, integrasi bisa tercipta.

“Pendekatan-pendekatan transdisiplin yang mengintegrasikan antara hard science, social science dan community dalam sebuah pengetahuan yang baru itu menjadi penting dan IPB University yang hadir dengan sustainability science semoga semakin berkembang. Sehingga,  apa yang kita cita-citakan bahwa bumi, air, dan keindahan alam di dalamnya bisa kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dapat terwujud,” ujar Arif.

Hadir juga dalam bedah buku ini, Bahlil Lahadalia selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Bahlil menyatakan bahwa tulisan itu penting tapi jauh lebih penting memahami arti tulisan itu.  “Saya tidak pandai menulis tapi rajin membaca dan banyak diskusi. Keterbatasan itu tidak membuat kita untuk menyerah. Tapi dalam perspektif bisnis keterbatasan itu ada secercah harapan opportunity yang kalau kita maksimalkan akan menjadi sesuatu yang berharga di masa depan,” ujar Bahlil.

Dalam kesempatan ini, Suharso Monoarfa selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI mengatakan bahwa ada satu laporan mengenai ekonomi dunia bahwa perkembangan ekonomi itu sudah tidak lagi seperti sekarang. Ia mencontohkan World Bank kalau membuat report banyak dengan gambar, peta dan seterusnya.

"Challenge buat Pak Arif adalah bagaimana kita menulis buku dengan gaya anak-anak sekarang, bahasanya seperti Goenawan Mohammad hanya dengan tujuh patah kata, membuat suatu kalimat tidak lebih dari tujuh suku kata, pendek tapi pesannya sampai. Sekarang harus dengan gambar, foto dan sebagainya. Memang ada buku yang lebih berat tapi memang yang menulisnya pada kelasnya. Siapa tau dari kita ada yang menang Hadiah Nobel,” ujar Suharso.

Acara ini dilanjutkan penyerahan buku Politik Sumber Daya Alam kepada menteri, pejabat tinggi negara, pejabat IPB University, guru, pemerintah daerah, tokoh daerah dan nasional, mitra dan sponsor. Di antara pejabat IPB University yang hadir dan menerima buku tersebut adalah Guru Besar Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.

Selain itu, Talkshow Bedah Buku PSDA menghadirkan beberapa narasumber. Mereka adalah Dr Arya H Dharmawan (Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University), M Abdul Ghani (Direktur Utama PTPN III), dan Arif Budimanta (Staf khusus Presiden RI).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement