Ahad 08 Mar 2020 03:35 WIB

Shalat, Cara Rasulullah Menghidupkan Malam Rhamadan

Shalat tarawih pengerjaannya hanya disyariatkan di malam-malam Ramadhan.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Ribuan pendemo menjalankan ibadah salat Isya dan tarawih. (Ilustrasi)
Foto: Nawir Arsyad Akbar / Republika
Ribuan pendemo menjalankan ibadah salat Isya dan tarawih. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya agar selalu menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah. Salah satu ibadah untuk menghidupkan malam Ramadhan selain membaca Alquran adalah dengan mengerjakan shalat tarawih.

Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya Sejarah Tarawih mengatakan, sejatinya shalat yang disebut dengan istilah shalat tarawih ini adalah salah satu bentuk shalat malam pada umumnya. Ibadah shalat tarawih ini menjadi khusus karena memang pengerjaannya hanya disyariatkan di malam-malam ramadhan.

"Menjadi khusus karena memang ada anjuran Nabi SAW yang khusus untuk menghidupi malam-malam Ramadhan dengan banyak ibadah, salah satu adalah mendirikan shalat malam ramadhan," katanya.

Hal itu, kata Zarkasih, sesuai hadist Rasulullah seperti diriwayatkan an-Nasa'i. "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian puasa Ramadhan, dan mensunnahkan qiyam-nya…"

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW memberikan motivasi kepada kita untuk melaksanakan qiyam ramadhan tanpa memerintahkan denagn kuat. (HR al-Bukhori).

Zarkasih mengatakan, dua hadits yang disebutkan di atas dan hadits-hadits lain dengan nada sejenis merupakan anjuran yang sifatnya khusus dari segi waktu pengerjaan. Yakni malam-malam ramadhan untuk menghidupinya dengan ibadah, salah satunya shalat. 

Dan di sisi lain, hadits-hadits sejenis juga adalah anjuran yang sangat umum sekali. Bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk menghidupi malam ramadhan dengan ibadah, tapi tidak ditentukan jenis ibadah apa. 

Begitu juga shalat yang dianjurkan untuk dilakukan di malam-malam Ramadhan tersebut. Tidak pernah ada sebutan yang eksplisit tentang jumlah rakaat dan firmat shalat yang bagaimana harusnya.

"Jadi anjurannya umum untuk semua jenis ibadah dan dengan jumlah rakaat yang tidak ditentukan. Akan tetapi dia khusus; dari sisi bahwa memang anjuran ini hanya untuk malam-malam ramadhan," katanya.

Lalu bagaimana respon para sahabat Nabi atas anjuran itu? Zarkasih menerangkan, bahwa hasilnya, para sahabat ketika itu menjalankan apa yang diajurkan dengan format yang tidak teratur dan tidak terkomando dengan runutan yang sama. 

Sebagian mereka, kata Zarkasih, melakukan shalat tarawih atau shalat malam di rumah, sebagian lain melakukannya di masjid Nabawi. Mereka yang di Masjid Nabawi pun mengerjakannya tidak dengan alur yang sama. 

"Ada yang mengerjakan dengan sendiri-sendiri, dan nada juga yang mengerjakannya dengan berjamaah," katanya.

Yang berjamaah pun berbeda-beda jumlahnya. Ada yang berjamaah dengan lima orang, ada juga yang berenam, atau bahkan lebih sedikit dari itu, sesuai dengan bacaan siapa yang ia suka, imam itulah yang ia ikuti.

"Itulah yang diceritakan oleh Sayyidah  Aisyah Istri Nabi  yang kemudian direkam oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya," katanya.

"Dari sayyidah Aisyah r.a. beliau berkata. "orang-orang melaksanakan shalat di masjid Rasulillah SAW di malam-malam Ramadhan itu berpisah-pisah. Mereka mengikuti orang yang punya hafalan quran untuk dijadikan imam shalatnya. 

Ada yang berjamaah dengan lima orang orang, ada juga yang berenam, atau lebih sedikit atau bahkan lebih banyak dari itu. (HR. Ahmad).

Seperti itulah respons yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW terkait dengan adanya anjuran menghidupi malam-malam ramadhan dengan beribadah. Mereka datang ke masjid dan melakukan shalat dengan jamaah yang berpisah-pisah. 

Itu berarti bahwa shalat di Masjid Nabawi itu memang tidak dihadiri oleh Rasulullah yang memilih shalat di dalam rumahnya.  Karena kalau saja Nabi ada di dalam masjid, niscaya seluruh sahabat yang berada di dalamnya pun akan menjadikan beliau imam shalat mereka. 

"Karena tidak ada yang lebih baik daripada Rasulullah SAW," katanya.

Meski Rasulullah tidak menyerukan shalat malah Ramadhan di masjid, namun Rasulullah pernah ikut shalat di masjid. Ketika itu sampai akhirnya di suatu malam, sebagaimana disebut oleh sayyidina Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah masuk ke dalam masjid di tengah malam untuk menunaikan shalat malam Ramadhan. 

Dan orang-orang yang ada dalam masjid itu serentak mengikutinya untuk menjadi makmum, termasuk sayyidina Anas r.a. karena memang beliau yang memulai duluan dan diikuti oleh banyak orang. 

Agak lama berdirinya Nabi di shalat tersebut. Namun ketika beliau sadar bahwa beliau diikuit oleh banyak orang di belakang beliau, termasuk oleh sayyidina Anas r.a., beliau percepat shalatnya dan setelah selesai shalat, beliau masuk rumah lagi dan meneruskan shalatnya di dalam. 

Dan shalat yang dilakukan di rumah itulah, shalat yang sangat lama berdirinya. Karena sebab itulah Rasulullah tidak meneruskan di masjid, karena khawatir memberatkan mereka-mereka yang sudah menjadi makmumnya di masjid.

"Ini cerita yang diriwayatkan oleh Imam Al-Marwadzi (w. 294 H) dalam kitabnya yang masyhur terkait dengan periwayatan qiyam Ramadhan, dan juga oleh Imam Ibn KHuzaimah dalam kitab Shahihnya," kata Zarkasih.

"Dari Sayyidina Anas bin Malik r.a., Rasul (suatu waktu) pernah shalat di bulan Ramadhan,lalu aku berdiri di sampingnya (menjadi makmum), dan kemudian diikuti oleh yang lain,lalu nambah dan nambah terus menjadi makmum yang banyak. Ketika Nabi SAW menyadari kehadiranku dan orang-orang yang menjadi makmumnya, Nabi SAW. memperceoat shalatnya, kemudian ia kembali ke dalam rumah. Katika ia di rumah, ia melakukan shalat yang berat.

Ketika pagi datang, kami bertanya kepada Nabi SAW "Ya Rasulullah, apakah kau khawatir memberatkan kami?" Nabi menjawab. "ya. Itu yang membuatku melakukan itu (mempercepat dan meneruskannya di rumah)."(HR Ibn Khuzaimah).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement