Sabtu 07 Mar 2020 01:01 WIB

ICC Beri Jaksa Wewenang Usut Kejahatan Perang Afghanistan

Kejahatan perang di Afghanistan bisa dituduhkan kepada AS dan Taliban.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Muhammad Hafil
 ICC Beri Jaksa Wewenang Usut Kejahatan Perang Afghanistan. Foto: Korban Perang Afghanistan
Foto: Republika
ICC Beri Jaksa Wewenang Usut Kejahatan Perang Afghanistan. Foto: Korban Perang Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, DENHAAG--Mahkamah Pidana Internasional (ICC) memberikan otoritas kepada penyidik untuk menginvestigasi kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan. Kejahatan tersebut dapat dituduhkan kepada militer Amerika Serikat (AS), pemerintah Afghanistan dan Taliban.

"Badan banding mempertimbangkan pantas untuk memberikan otoritas penyelidikan," kata hakim ICC Piotr Hofmanski, seperti dilansir dari Aljazirah, Kamis (5/3).

Baca Juga

Pada April tahun lalu majelis rendah ICC menolak permintaan jaksa Fatou Bensouda untuk membuka penyelidikan tuduhan pelanggaran semua pihak dalam konflik di Afghanistan. Termasuk pelanggaran yang dilakukan pasukan AS, pemerintah Afghanistan dan milisi Taliban.

Jaksa meminta panel banding untuk membatalkan keputusan itu. Hakim Hofmanski mencatat penyelidikan awal Bensouda dapat menjadi alasan yang masuk akal untuk menyakini adanya kejahatan perang yang terjadi di Afghanistan.

Presiden AS Donald Trump membalas permintaan jaksa-jaksa ICC. Pada tahun lalu pemerintahnya memberlakukan larangan masuk dan sanksi-sanksi lainnya terhadap pegawai ICC. 

Bensouda yakin ada alasan untuk membuka penyelidikan pelanggaran yang dilakukan dari tahun 2003 sampai 2014. Salah satunya pembantaian massal terhadap warga sipil yang dilakukan Taliban.

Selain itu tuduhan pihak berwenang Afghanistan menyiksa tahanan. Serta pelanggaran yang lebih rendah yang dilakukan pasukan AS dan CIA. 

Setelah al-Qaeda menyerang World Trade Center dan Pentagon pada 11 September 2001, pasukan AS dan negara sekutunya masuk ke Afghanistan. Mereka menggulingkan pemerintah Taliban yang melindungi pemimpin al-Qaeda Osama bin Laden.

Keputusan itu membuat AS menjalani perang terlamanya. Sekitar 13 ribu pasukan masih berada di Afghanistan.

Sabtu (29/2) AS dan Taliban sudah menandatangani kesepakatan penarikan ribuan pasukan AS yang masih berada di Afghanistan. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad dan kepala politik Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar.

Penandatanganan disaksikan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Usai acara penandatanganan berakhir Baradar bertemu dengan menteri luar negeri dari Norwegia, Turki dan Uzbekistan di Doha. Taliban mengatakan Baradar juga bertemu dengan diplomat-diplomat dari Rusia dan  Indonesia.

Namun pada Rabu (4/3) AS melancarkan serangan udara ke pasukan Taliban. Seorang juru bicara pasukan AS mengonfirmasi insiden itu di provinsi Helmand selatan. Serangan terjadi beberapa jam setelah Trump berbicara dengan ketua perunding Taliban Mullah Baradar Akhund melalui sambungan telepon.

"Secara aktif menyerang pos pemeriksaan (Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan). Ini adalah serangan defensif untuk mengacaukan serangan itu," kata juru bicara Pasukan AS Kolonel Sonny Leggett di Twitter.

Kolonel Leggett mengatakan Washington berkomitmen untuk perdamaian tetapi akan membela pasukan Afghanistan jika diperlukan. "Kepemimpinan Taliban berjanji kepada komunitas (internasional) mereka akan mengurangi kekerasan dan tidak meningkatkan serangan. Kami menyerukan Taliban untuk menghentikan serangan yang tidak perlu dan menjunjung tinggi komitmen mereka," katanya.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga menolak permintaan Taliban untuk menukar tawanan perang. Permintaan ini sebagai salah satu syarat perundingan antara pemerintah dan kelompok bersenjata itu yang direncanakan pada 10 Maret mendatang.

"Pemerintah Afghanistan tidak membuat komitmen untuk membebaskan 5.000 tahanan Taliban," kata Ghani di Kabul pada Ahad (1/3) lalu.

Para diplomat Barat menilai pernyataan Ghani akan mempersulit negosiator AS untuk mendorong pemerintah Afghanistan dan Taliban menggelar negosiasi internal. Perjanjian AS-Taliban menyebutkan kedua belah pihak berkomitmen untuk bekerja sama dalam membebaskan tahanan perang dan politik.

Hal ini dilakukan untuk membangun sikap saling percaya, yang dikoordinasikan dan disetujui oleh semua pihak terkait. Perjanjian itu menyebutkan pada 5 Maret mendatang 5.000 tahan Taliban akan dibebaskan untuk ditukar dengan lebih dari 1.000 anggota pemerintah Afghanistan yang ditahan.

"Bukan wewenang Amerika Serikat untuk memutuskan (pertukaran tahanan), mereka hanya negosiator," kata Ghani.

ICC mulai beroperasi di Den Haag pada tahun 2002. Pengadilan itu langkah terakhir untuk mengadili kejahatan perang, genosida, dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan negara penandatangan atau jika kejahatan terjadi di negara anggota. Afghanistan anggota ICC, sementara Amerika tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement