Jumat 06 Mar 2020 13:36 WIB

Suu Kyi Muncul di Majalah Time Saat London Cabut Gelarnya

Aung San Suu Kyi masuk tokoh perempuan dunia berpengaruh dalam 1 abad versi Time.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi
Foto: EPA
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Majalah Time merilis 100 perempuan dunia berpengaruh yang terpampang di halaman depan majalahnya selama satu abad hingga 2020. Terinspirasi dari Time "Person of the Year", versi kali ini dibuat lebih menyoroti perempuan yang berpengaruh membentuk dunia.

Salah satu tokohnya berasal dari Asia di Myanmar yakni Aung San Suu Kyi. Dia menjadi tokoh pada halaman depan sebagai person of the year tahun 1990.

Baca Juga

Semangat Revolusioner di Myanmar menggebu pada musim pada 1988. Aung San Suu Kyi bergabung dengan oposisi, mengikuti statusnya sebagai royalti politik untuk memerangi kediktatoran militer.

Pemberontakan berakhir dengan pertumpahan darah. Militer membunuh ribuan orang dan menempatkan aktivis Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang baru di penjara atau, dalam kasus Aung San Suu Kyi, di bawah tahanan rumah. Namun perjuangan Suu Kyi untuk demokrasi terus berlanjut.  

"Pada 1990, NLD memenangkan kemenangan besar dalam pemilihan," tulis catatan Time.

Namun, dengan cepat dibatalkan oleh junta. Suu Kyi ditempatkan pada tahanan rumah. Dalam 22 tahun lagi periodenya, 15 dari mereka menghabiskan waktu dalam penjara, sebelum Suu Kyi dapat mengklaim kursi di parlemen.

Mendulang prestasi Nobel Perdamaiannya pada tahun 90-an, Suu Kyi sempat mendapatkan penghargaan dari London tiga tahun lalu. Namun, kini gelarnya dicopot oleh London. Dalam sebuah pemungutan suara, anggota badan perwakilan terpilih yang mengelola distrik finansial dan bersejarah Kota London memilih mencabut kehormatan yang diberikan kepada Suu Kyi tiga tahun lalu.

"Keputusan tidak biasa hari ini mencerminkan pengecaman Pemerintah Kota London (CLC) atas pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan di Myanmar," kata Ketua Komite CLC David Wootton seperti dilansir dari Aljazirah, Jumat (6/3)

Pada 2015, pemerintah sipil pertama Myanmar di lebih dari setengah abad mengambil alih kekuasaan dengan Aung San Suu Kyi. Suu Kyi menjadi kepala negara de facto dalam peran konselor negara yang baru dibentuk.

Namun, meski juga sempat meraih Hadiah Nobel Perdamaian, Suu Kyi mengecewakan pendukungnya di luar negeri ketika pemerintahannya, yang masih berbagi kekuasaan dengan militer, membela kampanye brutal tentara terhadap minoritas Muslim Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement