Rabu 04 Mar 2020 12:00 WIB

2019, Laba Bersih PTBA Terkoreksi 19 Persen

Penyebab terkoreksinya laba PTBA karena harga batu bara yang merosot.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
  Aktivitas tambang Batu bara PT Bukit Asam (PTBA) Tbk di lokasi Unit Pertambangan Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel).   (Republika/Maspril Aries(
Aktivitas tambang Batu bara PT Bukit Asam (PTBA) Tbk di lokasi Unit Pertambangan Tanjung Enim, Sumatera Selatan (Sumsel). (Republika/Maspril Aries(

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatat laba bersih 2019 sebesar Rp 4,05 triliun. Angka ini turun 19 persen dari laba periode yang sama tahun 2018 yang sebesar Rp 5,02 triliun.

Direktur Utama PTBA Arviyan Arviyan menjelaska capaian ini memang cukup baik ditengah harga batu bara yang terus menurun. Meski memang ia tak menampik salah satu penyebab terkoreksinya laba perusahaan karena harga batu bara yang merosot.

Baca Juga

Penurunan harga bau bara terjadi seiring dengan pelemahan harga batu bara indeks Newscastle sebesar 28 persen menjadi rata-rata samapai desember 77,77 dolar AS per ton dari 107,34 dolar AS per ton pada peride yang sama 2018. Sementara, batu bara thermal Indonesia melemah 17 persen dari rata-rata sampai Desember sebesar 50,39  dolar AS per ton dari 60,35 dolar AS per ton pada periode yang sama tahun 2018.

"Kita berhasil melewati relatif sulit karena kondisi harga batu bara tidak sebaik 2018 karena menurun," kata Arviyan di Hotel Ritz Carlon Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (4/3).

Direktur Niaga Adib Ubaidillah menambahkan, sepanjang 2019 perusahaan telah melakukan berbagai macam usaha untuk menahan penurunan laba dengan melakukan efisiensi dan dan optimasi dalam kegiatan operasional.

Ia menyebut, jika tidak melakukan upaya efisiensi tersebut penurunan laba PTBA bisa lebih besar mencapai 28 persen.  "Kalau kita tidak melakukan apa-apa itu bisa turun 28 persen. Jadi banyak yang kita lakukan 2019," sebut Adib.

Adapun, laba tersebut didorong oleh produksi batu bara yang mengalami kenaikan 10,2 persen menjadi 29,1 juta ton. Kapasitas angkutan batu bara juga mengalami kenaikan menjadi 24,2 juta ton atau naik 7 persen dari 2018.

Dari kenaikan produksi tersebut, perusahaan mencatat penjualan batu bara sepanjang tahun 2019 sebesar 27,8 juta ton naik 13 persen dari tahun 2018.

Kenaikan volume penjualan ini karena adanya ekspansi ke pasar-pasar potensial yang meliputi Jepang, Hong Kong, Vietnam, Taiwan, dan Filipina. Serta penambahan pasar potensial seperti Australia, Thailand, Myanmar, dan Kamboja.

"Mengenai pendapatan dan beban pokok pendaptapan, perusahaan mencatat pendapatan usaha meningkat 3 persen dari Rp 21,2 triliun menjadi Rp 21,8 triliun," ujar Adib.

Pendapatan tersebut dikontribusikan dari penjualan batu bara domestik sebesar 57 persen persen, penjualan batu bara ekspor sebesar 41 persen dan aktivitas lainnya seperti penjualan listrik briket, minyak sawit, dan inti sawit serta jasa kesehatan rumah sakit dan jasa sewa lain-lain sebesar 2 persen. Sedangkan, beban pokok penjualan tahun 2019 tercatat Rp 14,18 triliun, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 12,62 triliun

Perusahaan juga mencatat, aset perseroan per 31 Desember mencapai Rp26,1 triliun dengan komposisi terbesar pada aset tetap sebesar 28 persen dan kas setara kas sebesar 18 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement