Rabu 04 Mar 2020 07:26 WIB

Azyumardi: Ormas Islam Penganut Islam Wasathiyah Masih Pasif

Banyak kalangan mencemaskan masa depan Islam wasathiyah Indonesia.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Azyumardi: Ormas Islam Penganut Islam Wasathiyah Masih Pasif.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Azyumardi: Ormas Islam Penganut Islam Wasathiyah Masih Pasif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra menuturkan, banyak kalangan baik di dalam maupun luar negeri mencemaskan masa depan Islam wasathiyah Indonesia. Sementara mereka yang menganut paham dan praksis Islam transnasional terlihat sangat aktif, dan ormas-ormas Islam pemegang Islam wasathiyah tampak pasif. Hanya sekali-kali mereka bersuara tegas dan jelas menolak paham dan praksis Islam transnasional.

"Ormas-ormas Islam yang memegangi jati diri wasathiyah seperti NU, Muhammadiyah dan banyak lagi ormas berpaham sama di seantero Indonesia jelas memiliki peran krusial dalam menjaga keutuhan negara-bangsa Indonesia. Karena itu, ormas-ormas ini perlu senantiasa memperkuat jati diri Islam wasathiyah Indonesia," katanya.

Baca Juga

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abd. Rohim Ghazali mengatakan, isu tentang moderatisme Islam menjadi tren belakangan ini. Terutama di tengah maraknya radikalisme yang bisa membahayakan kedaulatan nasional, kepentingan ekonomi nasional, nilai-nilai budaya, dan identitas nasional.

"Saya meyakini Muhammadiyah sebagai organisasi moderat tidak sehaluan dan tidak memberi ruang bagi adanya ideologi, pemikiran, sikap, dan pandangan yang ingin mewujudkan bentuk dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan pandangan Negara Pancasila Darul Ahd Wa al-Syahadah," ujar dia dalam keterangan pers, Rabu (4/3).

Najib Burhani menyampaikan, beberapa fenomena belakangan ini seperti berbagai aksi intoleransi terhadap minoritas, mudahnya mem-bully secara berjamaah kepada mereka yang berpandangan berbeda, dan terjadi konflik keagamaan hanya karena persoalan sepele. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Islam moderat di Indonesia sudah goyah.

"Tindakan intoleransi, diskriminasi, dan bigotry memang bukanlah masuk kategori terorisme, namun itu bisa menjadi awal dari perilaku yang bisa berujung pada terorisme," ujar tokoh Muhammadiyah yang juga Peneliti Senior di LIPI itu.

Pembicara berikutnya, Zamah Sari, mengingatkan salah satu karakter moderasi Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Ia berharap visi itu tidak hanya berhenti dalam ucapan dan jargon semata, tetapi menjadi laku tindakan nyata. Visi ini dalam konteks keindonesiaan adalah menjadi pengawal Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Maarif Institute menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal MAARIF edisi ke-34 No. 2 Desember 2019 dengan tema "Memperkuat Kembali Moderatisme Muhammadiyah: Konsepsi, Interpretasi, Strategi dan Aksi". Acara berlokasi di Aula Kampus Uhamka.

Diskusi dan peluncuran jurnal itu menghadirkan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra, Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ahmad Najib Burhani, dan Wakil Rektor II Uhamka Zamah Sari. Acara ini dimoderatori oleh Manager Program Riset Maarif Institute Pipit Aidul Fitriyana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement