Senin 02 Mar 2020 23:49 WIB

Pelatihan Guru Baiknya Dilakukan Lintas Daerah

IGI menilai pelatihan lebih efektif bila guru ditempatkan di daerah berbeda

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim (tengah) disela-sela acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IGI di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (27/9).
Foto: Gumanti Awaliyah / Republika
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim (tengah) disela-sela acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IGI di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (27/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan agar pelatihan guru dilakukan lintas daerah. Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim mengatakan, mestinya guru pelatih yang akan mengajar para guru lainnya tidak berasal dari daerah yang sama.

Ramli menjelaskan, guru pelatih ini harus ditukar antara daerah satu dan daerah lainnya. Sebab, apabila guru satu melatih guru lainnya di daerah yang sama, akan ada masalah psikologis.

Berdasarkan yang terjadi di lapangan, Ramli menjelaskan apabila seorang guru pelatih mengajar di daerahnya sendiri maka tidak akan efektif. "Guru yang sama di tempat yang melatih, tiap hari bertemu sama dia. Jadi kita tahulah dia seperti apa. Dampaknya guru lain akan melihat dia biasa saja," kata Ramli, dihubungi Republika, Senin (2/3).

Hal ini, lanjut dia, bukan sebuah teori dan perkiraan. Sebab, IGI sendiri sudah menjalankannya dan menemukan pandangan-pandangan seperti itu di lapangan. Oleh sebab itu, IGI mengusulkan agar guru yang melatih ini ditukar antardaerah.

Ramli menuturkan, IGI juga sudah melakukan jenis pelatihan guru yang mengharuskan pertukaran antardaerah. "Yang dilakukan IGI ini berbeda. IGI sengaja tukar pelatih. Jadi, yang dari Semarang ke Kalimantan, yang dari Kalimantan ke Papua, yang dari Papua ke Makassar, dan seterusnya," kata Ramli.

Menurut dia, pertukaran tersebut memiliki nilai pelatihan yang lebih tinggi. "Ini real, kami sudah jalani. Ini bukan teori. Kalau ini teori boleh diperdebatkan, tapi ini nyata," kata dia menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan, salah satu fokus kebijakan soal guru terkait dengan guru penggerak. Ia menjelaskan, Kemendikbud ingin mencari sebanyak mungkin guru penggerak untuk menjadi guru yang mengajar guru lainnya.

Ia menjelaskan, proses identifikasi guru-guru penggerak ini menjadi tantangan yang tersulit, mengingat Indonesia negara yang luas. Selain itu, guru terbaik untuk mengajar guru lain biasanya berasal dari daerah yang sama.

Mencari guru penggerak juga tidak bisa dilakukan hanya dengan tes. Untuk dapat menemukan guru penggerak, Nadiem menjelaskan harus benar-benar diamati dan dilakukan proses wawancara.

"Sulitnya, kita harus mencari guru penggerak di hampir semua kabupaten/kota. Tidak bisa dengan tes saja. Kita harus melihat benar, diinterview, dan lain-lain," kata Nadiem menjelaskan.

Selain itu, Nadiem juga mengatakan dirinya ingin dalam hal pembangunan pendidikan tidak bisa pemerintah saja yang bekerja. Oleh karena itu, pelatihan nantinya akan dilakukan gotong royong dengan masyarakat. Sebab, ia melihat sebenarnya banyak organisasi nirlaba yang bekerja di bidang pendidikan. Mereka semua nantinya akan dilibatkan dalam pelatihan guru penggerak ini.

Terkait dengan guru penggerak, Nadiem mengatakan saat ini masih digodok terkait kebijakan detailnya. Ia mengakui persoalan guru adalah yang paling memakan waktu sehingga tidak bisa dengan segera dibuat kebijakannya.

"Mengenai guru ini memakan waktu paling banyak dari saya dan tim saya. Ini semua pemikiran saya dan tim saya lagi ada di sini (guru). Yang lain itu lebih mudah mengeluarkan kebijakan. Di sinilah kita harus benar-benar fokus, karena tanpa meningkatkan kualitas guru tidak ada artinya perubahan yang lain," kata Nadiem.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo mengapresiasi kebijakan satu guru penggerak untuk mengajar guru lainnya. Namun, perlu ada perhitungan agar guru tersebut tetap fokus mengajar sebagai guru penggerak, namun juga bisa menjadi pelatih guru lainnya.

"Jadi artinya, kalau dilihat dari efisiensi ini memang tidak efisien. Tapi untuk efektif menjadi guru penggerak ya ini efektif," kata Heru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement