Jumat 28 Feb 2020 07:04 WIB

Kemendikbud Imbau Sekolah Bentuk Tim Pencegahan Kekerasan

Regulasi yang dibuat tegas mencantumkan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Kekerasan pelajar (ilustrasi).
Foto: dok. Republika
Kekerasan pelajar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimbau sekolah segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya kekerasan di sekolah yang terjadi. 

“Kami mengimbau kepada sekolah untuk menaati Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015, dan segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, agar tidak terjadi lagi kasus-kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,” kata Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Ade Erlangga Masdiana, dalam keterangannya, Kamis (27/2). 

Komponen pendekatan penanganan tindak kekerasan di sekolah, kata Erlangga, mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk secara sigap dan tertata melakukan segala langkah penanggulangan. Pemberian sanksi yaitu regulasi yang dibuat dengan tegas mencantumkan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.

“Pencegahan mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk menyusun langkah-langkah pencegahan tindak kekerasan, termasuk penyusunan prosedur anti kekerasan dan pembuatan kanal pelaporan, berdasarkan pedoman yang diberikan oleh Kemendikbud,” kata dia lagi. 

Kemendikbud mengapresiasi laporan warga mengenai kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Terkait dengan kasus yang terjadi di salah satu satuan pendidikan di Maumere NTT, Kemendikbud melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT terus lakukan mediasi antara pengelola seminari dan orang tua siswa. 

Hal ini terkait dengan kasus siswa dipaksa memakan kotoran manusia sebagai hukuman di salah satu sekolah di NTT. "Kami juga mendorong terselenggaranya pendidikan karakter dengan memanusiakan manusia, dan melarang segala bentuk tindakan ataupun pendekatan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,” kata Erlangga. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement