Senin 24 Feb 2020 15:43 WIB

Mengapa Bullying Masih Terjadi di Sekolah?

.

Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.
Foto: Dok Republika
Tangkapan layar kasus bully atau perundungan yang dilakukan beberapa orang siswa laki-laki SMP terhadap seorang siswi wanita di sebuah SMP di Purwerejo, Jawa Tengah.

Oleh Afip Miftahul Basar

Guru SIT SMPIT Nurul Fajri

Cikarang Barat-Bekasi

Banyaknya kejadian bullying (perundungan) di sekolah akhir-akhir ini harus menjadi perhatian semua pihak. Baik itu guru, orang tua, masyarakat, maupun pemerintah sebagai pemangku kebijakan terhadap dunia pendidikan. Kasus terbaru terjadi di salah satu SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Purworejo, Jawa Tengah. Pelaku bully berjumlah 3 siswa. Mereka menganiaya dengan cara menendang dan memukul seorang siswi di dalam ruang kelas. Kasus tersebut menjadi viral di media sosial.

Apa itu Bullying?

Bullying merupakan tindakan mengintimidasi dan memaksa seseorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik atau secara psikis melalui pelecehan dan penyerangan. Biasanya, kasus bullying dilakukan oleh anak-anak sekolah. 

Menurut Riauskina dkk (2005), school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

 

Banyak bentuk dari tindakan bullying, namun yang sering terjadi adalah secara verbal. Hal ini bisa dengan ejekan, meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi terror fisik seperti menendang, meronta-ronta dan bahkan tindakan yang fatal. Dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anaknya menjadi korban bullying di sekolah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak melakukan tindakan perundungan, seperti faktor keluarga. Menurut Carrol et al. (2009), keluarga dapat menjadi faktor anak-anak melakukan tindakan yang beresiko (bullying) karena buruknya hubungan dengan orang tua.

Anak-anak bisa jadi kehilangan perhatian di rumah sehingga dia mencari perhatian di sekolah dengan menunjukkan kekuasaannya terhadap seseorang yang dianggap lebih lemah dari pada dirinya. Selain itu, kekerasan yang dilakukan di rumah terhadap anak bisa jadi salah satu alasan mengapa seseorang melakukan bullying di sekolah. Pelaku perisakkan melakukan penindasan sebagai pelarian di lingkungan rumah yang selalu menindasnya dan membuat dia tidak berdaya.

Bullying tersebut dapat berdampak pada beberapa pihak yang terlibat. Baik anak-anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, dan anak-anak yang menyaksikan bullying. Perilaku ini dapat membawa pengaruh buruk terhadap fisik maupun psikis anak, khususnya anak-anak yang menjadi korban. Ia akan merasa depresi, kepercayaan diri yang rendah, dan pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri.

Bullying dilarang dalam Islam

Sebagai agama yang rahmatan lil a’lamiin, Islam melarang keras terhadap celaan dan makian. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat ayat 11 yang artinya;

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al- Hujurat :11)

Ayat di atas Allah SWT mengharamkan perbuatan mencela orang lain. Imam At-Thabari rahimahullah dalam kitab Jaami’ul Bayan menjelaskan, Allah menyebutkan secara umum larangan untuk mencela orang lain, sehingga larangan ini mencakup segala bentuk celaan. Tidak boleh seseorang mencela yang lainnya karena kemiskinannya, kebodohannya, dan yang lainnya.

Kita tidak bisa mengetahui hakikat seseorang. Boleh jadi orang yang dicela itu lebih mulia di sisi Allah, boleh jadi dia lebih baik dari dirinya. karena keadaan seseorang itu bisa berubah kapan saja. Orang yang tadinya kaya bisa jadi mendadak hilang hartanya, orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi bisa lengser seketika. Tidaklah pantas seseorang merasa sombong, meras dirinya lebih baik dari orang lain sehingga mencela dan merendahkannya.

Maka dari itu, upaya untuk mencegah terjadinya bullying di sekolah haruslah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu yang melibatkan seluruh pihak. Mulai dari siswa itu sendiri dengan cara melerai/ mendamaikan ketika bullying terjadi, melalui keluarga dengan memperkuat pola pengasuhan, melalui sekolah dengan merancang program “anti-bullying”, dan melalui masyarakat dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. Sehingga kasus bullying di sekolah tidak pernah terjadi lagi.

Semoga…

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement