Jumat 21 Feb 2020 21:43 WIB

Bandar Antariksa di Papua Libatkan Investor Internasional

Pemerintah akan melakukan pengembangan bandar antariksa di Pulau Biak, Papua.

Menristek Bambang Brodjonegoro
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menristek Bambang Brodjonegoro

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan bandar antariksa internasional di Pulau Biak, Provinsi Papua, akan dikembangkan. Pengembangan melalui skema konsorsium dengan menggandeng investor internasional.

"Kita harapkan LAPAN nantinya dengan dukungan kami di kementerian bisa menggandeng investor internasional dalam bentuk konsorsium sehingga bandaranya nanti tidak hanya bandaranya Indonesia tapi bandar antariksainternasional," kata Menristek Bambang kepada wartawan saat mengunjungi Pusat Teknologi Satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/2).

Baca Juga

Dia mendorong Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk segera bisa merealisasikan bandar antariksa internasional. Sebab, angkasa luar sudah menjadi bisnis besar.

Bahkan, pihak yang bermain di bisnis angkasa luar di Amerika Serikat bukan lagi hanya National Aeronautics and Space Administration (NASA) milik Amerika Serikat, tetapi perusahaan swasta. Menristek berharap agar di masa depan dapat menyaksikan satelit komunikasi Indonesia yang dibuat oleh LAPAN.

Tidak hanya itu, satelit diluncurkan dari bandar antariksa internasional yang ada di Indonesia dan dibawa oleh roket yang juga dibuat oleh LAPAN. "Suatu saat kita ingin menuju kepada kemandirian kita dalam penguasaan angkasa luar," ujarnya.

Tentu pengembangan bandar antariksa internasional di Pulau Biak dilakukan secara bertahap karena Indonesia ingin membangun dua bandar antariksa yakni skala kecil dan skala besar. "Saat ini kita sedang melakukan kontak dengan beberapa investor potensial," ujar Menteri Bambang.

Menristek Bambang mengatakan pihaknya tidak akan mendorong penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terlalu banyak untuk pembiayaan pembangunan bandar antariksa internasional, tapi lebih banyak melibatkan investor internasional. "Kita akan mendorong skema PPP (Public Private Partnership), KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) karena banyak investor yang berminat, jadi kenapa harus bergantung pada APBN," tuturnya.

photo
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) - Thomas Djamaluddin

Kepala LAPAN menuturkan ada beberapa pihak terutama dari negara di kawasan Asia Pasifik seperti India yang menyatakan keinginan untuk mendalami lebih jauh kerja sama pembangunan badan antariksa di Indonesia. Dia mengatakan bandar antariksa internasional tersebut akan dapat menyediakan jasa peluncuran roket yang menarik untuk berbagai pihak.

Thomas menuturkan pada tahap awal, pihaknya akan membuat masterplan untuk bandar antariksa skala kecil, dilanjutkan dengan membuat analisis dampak lingkungan. LAPAN juga akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian dan lembaga untuk mewujudkan pembangunan bandar antariksa itu.

Kemudian, LAPAN akan menindaklanjuti calon-calon mitra internasional yang potensial untuk bekerja sama membiayai dan membangun bandar antariksa. "Kami sedang menyiapkan masterplan paling tidak tahun depan kira-kira sudah punya gambaranbandar antariksa seperti apa, kemudian nanti perkiraan biaya khusus untuk LAPAN saja itu berapa, kemudian kalau dapat mitra internasional nanti ya dibicarakan bersama biayanya seperti apa," ujarnya.

Diharapkan dalam periode 2020-2021, LAPAN sudah mempunyai gambaran untuk perencanaan pembangunan bandar antariksa internasional itu. LAPAN ingin sebelum 2024 bandar antariksa skala kecil di Pulau Biak sudah bisa dioperasikan, setidaknya untuk uji terbang roket bertingkat yang sedang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Roket LAPAN.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement