Selasa 18 Feb 2020 02:00 WIB

Harus Ada Aturan Atasi Perundungan di Sekolah (1)

Kekurangan teladan dinilai menyebabkan terjadinya perilaku perundungan di sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Muhammad Hafil
Harus Ada Aturan Atasi Perundungan di Sekolah (1). Foto: Ilustrasi Bullying
Foto: MGIT3
Harus Ada Aturan Atasi Perundungan di Sekolah (1). Foto: Ilustrasi Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur PPPA Daarul Qur'an Abdul Ghofur menanggapi fenomena perundungan di sekolah yang belakangan semakin terekspos ke masyarakat. Ia mengatakan, perlu ada aturan yang dibuat khusus untuk mengatur soal perundungan.

Ia mengatakan, perundungan merupakan salah satu fenomena yang tidak bisa diabaikan di kalangan remaja. Biasanya, sering terjadi karena dipengaruhi oleh rekan sebayanya atau masalah yang dimiliki si pelaku perundungan.

Baca Juga

"Untuk itu, edukasi dan aturan harus dibuat," kata Abdul, dihubungi Republika, Senin (17/2).

Menurutnya, apabila tidak segera dibuat dan diterapkan, maka perilaku yang tidak mengenakkan tersebut akan terus terjadi. "Akan masuk kategori kenakalan remaja, bahkan korban bullying bisa bunuh diri," kata dia lagi.

Pimpinan Pondok Modern Tazakka, KH Anang Rikza Masyhadi mengatakan salah satu alasan perundungan marak terjadi adalah karena anak Indonesia kekurangan teladan. Ia mengatakan, banyak hal yang tidak mendidik ditampilkan di media dan dilihat oleh anak-anak.

"Misalnya lempar-lemparan kursi, tawuran, itu kan media kita langsung saja tidak difilter, semua ditampilkan dipertontonkan. Itu juga faktor. jadi, kita ini krisis keteladanan sebetulnya," kata Anang, pada Republika, Senin (17/2).

Seorang anak adalah peniru yang paling baik. Oleh sebab itu, penting untuk memberikan teladan kepada para santri. Sebagai orang dewasa, kata dia, harus mencontohkan hal-hal yang baik.

"Melihat gurunya, orang tuanya berantem, kan itu memengaruhi secara nggak langsung pada anak. Jangan abaikan itu," kata dia.

Di pondok yang dikelolanya, ia menjelaskan, para santri diberi pendidikan karakter. Pendidikan yang diberikan pun tidak jauh-jauh dari yang sudah diajarkan oleh agama Islam selama ini.

Anang menuturkan, para santri selalu diberi ilmu mengenai kesadaran akan rasa kemanusiaan. Sesama ciptaan Allah SWT harus saling memiliki rasa empati sehingga kekerasan tidak dilakukan.

"Jadi, harga kemanusiaan, kehormatan, kemuliaan seseorang, ciptaan Allah, kebersamaan, empati, solidaritas, ukhuwah, itu kan semua nilai-nilai Islam. Itu terus didengungkan," kata Anang.

Menanamkan sifat-sifat tersebut bukan hanya diberikan satu kali pertemuan atau sosialisasi. Para santri harus diberikan pendidikan karakter berkali-kali sehingga benar-benar masuk ke dalam hati mereka.

"Mungkin 1.000 kali, 2.000 kali saya ngomong itu di berbagai kesempatan. Jadi secara kognitif diberikan pemahaman pengetahuan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement