Sabtu 15 Feb 2020 14:00 WIB

Aktivis: Ganjar Lestarikan Stigma Negatif Siswi Difabel

Ganjar ingin memindahkan siswi difabel yang alami perisakan ke SLB.

Wacana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk memindahkan siswi difabel yang mengalami perisakan di SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo ke SLB mendapat penolakan dari aktivis Pergerakan Difabel Indonesia.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wacana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk memindahkan siswi difabel yang mengalami perisakan di SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo ke SLB mendapat penolakan dari aktivis Pergerakan Difabel Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Ishak Salim menolak wacana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk memindahkan siswi berinisial CA dari SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo. Ganjar dikabarkan ingin memindahkan pelajar berkebutuhan khusus itu ke sekolah luar biasa (SLB) karena dianggap rentan perundungan.

"Tidak," kata Ishak dihubungi dari Jakarta, Sabtu.

Baca Juga

Menurut Ishak, dengan memindahkan CA ke SLB sama saja Ganjar sedang melestarikan stigma negatif terhadap kalangan disabilitas. Sang kepala daerah juga tidak memberikan kesetaraaan terhadap disabilitas.

Sementara saat ini, menurut Ishak, dunia pendidikan sedang menuju ke arah terbuka bagi setiap kalangan (inklusif). Dengan begitu, setiap warga negara termasuk disabilitas memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan formal.

Ishak mengatakan, perundungan yang dialami CA bisa terjadi di sekolah-sekolah lain yang mulai menerima difabel sebagai peserta didik. Menurut dia, alam berpikir masyarakat begitu lama dalam paradigma terhadap difabel yang kerap dianggap insan sakit. Padahal, setiap anak didik difabel, menurut Ishak, sejatinya membawa kemampuannya.

"Semakin banyak ragam kemampuan peserta didik itulah realitas inklusivitas," katanya.

Aktivis difabel di berbagai kota, menurut Ishak, sudah tiga dekade memperjuangkan agar pendidikan bagi disabilitas tidak segregatif tapi inklusif. Ia menyayangkan Ganjar sebagai gubernur berpikir sebaliknya.

"Padahal, selama ini warganya mempraktikkan kesetaraan disabilitas di semua sektor penghidupan," kata dia.

Ganjar dalam kasus CA, menurut Ishak, seperti mengabaikan potensi warga-warga negara terbaiknya untuk menimbang keputusan terbaik. Gubernur seperti tak sabar dalam mengambil keputusan dan merasa apa yang diputuskan sebagai kebenaran.

Ishak mengatakan, infrastruktur pendidikan inklusif di berbagai tempat di Indonesia sudah ada mulai dari pihak guru, pusat sumber, pemerintah dan pihak terkait lainnya.

"Saat difabel mulai memilih sekolah umum dan masuk dalam sistem pendidikan yang selama ini mengabaikan eksistensinya, maka pihak-pihak terkait baik kepala sekolah, guru, maupun para siswa didik lainnya harus juga mulai beradaptasi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement