Rabu 12 Feb 2020 17:00 WIB

Aturan Bacaan Shalat untuk Wanita (2)

Sejumlah pendapat mengatakan suara wantia bukan aurat.

Aturan Bacaan Shalat untuk Wanita (2). Foto: Jamaah wanita memadati sebagian teras timur Masjid Hubbul Wathan Islamic Center di Kota Mataram NTB untuk melaksanakan shalat Idul Fitri 1438 H pada Ahad (25/6) pagi.
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Aturan Bacaan Shalat untuk Wanita (2). Foto: Jamaah wanita memadati sebagian teras timur Masjid Hubbul Wathan Islamic Center di Kota Mataram NTB untuk melaksanakan shalat Idul Fitri 1438 H pada Ahad (25/6) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kitab Fikih 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah (Fikih Berdasarkan Pendapat Empat Mazhab) secara jelas menyebutkan, suara kaum wanita bukanlah aurat. Para Imam Mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa suara wanita tidak termasuk aurat. Namun demikian, mereka berbeda pendapat soal tinggi rendahnya suara wanita di dalam shalat.

Menurut para ulama dari Mazhab Maliki, batas maksimal tingginya suara wanita dalam shalat adalah jika yang bersangkutan telah bisa mendengarkan suaranya sendiri. Sedangkan bacaan terendahnya adalah dengan tergeraknya lidah.

Baca Juga

Pendapat ulama dari Mazhab Syafi'i juga senada. Menurut mereka, seorang wanita tidak diperbolehkan meninggikan suaranya dalam shalat apabila di dekatnya ada seorang laki-laki (bukan muhrim) atau lebih. Sedangkan batas suara rendahnya, jika yang bersangkutan bisa mendengarkan suaranya sendiri.

Adapun pendapat ulama Mazhab Hanbali, seorang wanita tidak disunahkan mengangkat suara dalam bacaan-bacaan shalat, meskipun di sekitarnya tidak ada laki-laki yang bukan muhrimnya. Dan kalau di dekatnya ada laki-laki yang bukan muhrim, maka meninggikan bacaan shalat hukumnya dilarang.

Pendapat yang berbeda dilontarkan ulama dari Mazhab Hanafi. Menurut mereka, seorang wanita boleh meninggikan bacaan shalat hingga orang-orang di dekatnya dapat mendengar suaranya. Bahkan, menurut mazhab ini, orang-orang yang berada di barisan shaf pertama harus mendengar suaranya. Satu atau dua orang saja yang mendengar, belumlah cukup. Karenanya, seorang Muslimah dibolehkan membaca bacaan shalat dengan suara setinggi-tingginya.

Sedangkan dalam shalat yang mengharuskan suara rendah, ia harus mendengar suaranya sendiri, atau didengar oleh satu atau dua orang di dekatnya. Sekedar menggerakkan lidah saja, menurut ulama mazhab ini, belumlah cukup. Dengan demikian, sebagai konsekuensi bahwa suara wanita tidak termasuk aurat, maka seorang wanita boleh meninggikan suaranya, baik dalam shalat maupun di luar shalat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement