Ahad 02 Feb 2020 19:12 WIB

Pendidikan Tinggi Diminta tak Hanya Berorientasi Ijazah

Pendidikan tinggi seharusnya lebih pada memberi output bagi mayarakat dan lingkungan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Mahasiswa. Pendidikan tinggi di Indonesia mestinya tak lagi hanya berorientasi pada ijazah dan gelar, melainkan juga memberi output bagi mayarakat dan lingkungan sekitarnya.
Foto: Reuters/Patrick T Fallon
Ilustrasi Mahasiswa. Pendidikan tinggi di Indonesia mestinya tak lagi hanya berorientasi pada ijazah dan gelar, melainkan juga memberi output bagi mayarakat dan lingkungan sekitarnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pendidikan tinggi di Indonesia mestinya tak lagi hanya berorientasi pada ijazah dan gelar. Pendidikan tinggi seharusnya lebih pada memberi output bagi mayarakat dan lingkungan sekitarnya. 

Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Jabar & Banten Uman Suherman mengatakan upaya tersebut mesti didukung kesiapan sumber daya manusia (SDM) unggul. Pendidik harus bisa mengembangkan karakter dan memiliki kapasitas pribadi mahasiswa sehingga pendidikan tinggi tidak hanya fokus pada pengembangan keterampilan.

Baca Juga

"Sebab, juga perlu dibangun sikap dan perilaku yang memberi kontribusi kepada masyarakat," kata dia saat menjadi keynote speaker pada Stadium Generale Kolaborasi dan Akselerasi Kualitas SDM Indonesia Era Revolusi Industri 4.0 yang digelar ARS University di Ballroom Hotel Golden Flower, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, akhir pekan ini.

Imam mengatakan, keberhasilan seseorang menuntut ilmu tak hanya ditunjukkan pada ijazah dan gelar. Namun, ia menambahkan, keberhasilan harus dibuktikan di tengah masyarakat dan berkontribusi terhadap masyarakat. Terutama, membantu dalam memecahkan persoalan di lingkungan sekitar.

Untuk mencapai itu, kata dia, perguruan tinggi harus mempertimbangkan beberapa unsur unsur pokok dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswanya. Pertama, ikut membantu menambah wawasan melalui transfer of knowledge.

Kedua, dosen harus menunjukkan transfer of culture, termasuk pengabdian kepada masyarakat. "Kampus ini memilki tanggung jawab pengembangan ke masyarakat," katanya.

Karena itu, kata dia, pihaknya mendorong agar mereka menjadi solusi atas persoalan yang ada. "Kerja sama dengan kampus dan kampus dengan industri agar kurikulum kampus relevan dnegan kebutuhan mayarakat," beber dia.

Akan tetapi, kata dia, tuntutan itu akan sulit dipenuhi, bila tidak ada kompetensi dari sivitas akademika kampus. Mereka harus memastikan, apakah perkuliahan dilakukan denga proses yang benar, laboratorium berjalan secara benar, dan lainnya.

"Semua proses itu bisa benar bila dosen punya kapasitas yang baik. Itu menjadi program kami kepada dosen. Misalnya, dosen harus punya kualifikasi akademik, jabatan akademik, sertifikat akademik, dan yang terdorong adalah  dosen produktif," paparnya.

Menurut Rektor ARS University Purwadhi, menghadapi zaman yang terus berubah, mahasiwa juga mesti punya mindset terbuka. Pendidikan yang sedang dijalani di perguruan tinggi, mestinya tidak untuk  mendapat ijazah dan gelar. 

"Menurut Pak menteri, ijazah dan gelar itu tidak memberi apa apa. Jadi di sini, mahasiswanya harus berubah," katanya.

Mahasiswa, kata dia, harus memiliki pengetahuan dan ada kecakapan baru. Misalnya, S2 punya kecakapan strategi mampu analisa keadaan, yakni dari pemikiran sederhana, menjadi kompleks.

ARS University, kata dia, terus mendorong agar mahasiwa memiliki pemikiran terbuka. Salah satunya acara Stadium Generale yang dilakukan kali ini untuk memberi wawasan kepada mahasiswa tentang mindset baru, yaitu kampus yang merdeka belajar. 

Ketua Yayasan Graha Harapan Generasi (YGHG) Joddy Hernady, mengapresiasi kegiatan yang dilakukan ARS University. Kegiatan ini penting digelar di tengah zaman yang berubah begitu cepat.

"Mahasiswa mesti didorong untuk mengetahui kondisi kekinian memulai kegiatan positif yang difasilitasi perguruan tinggi."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement