Kamis 30 Jan 2020 18:19 WIB

Tahun ini, Unisba Seminarkan 1.017 Penelitian

Unisba akan mengirim karya ilmiah untuk diajukan ke jurnal ilmiah terindeks Scopus.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Pembicara utama Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Prof Atie Rachmiatie menyampaikan paparannya pada acara Seminar Penelitian Nasional Sivitas Akademika Universitas Islam Bandung (Spesia Unisba) 2020, di Aula Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (30/1).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Pembicara utama Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Prof Atie Rachmiatie menyampaikan paparannya pada acara Seminar Penelitian Nasional Sivitas Akademika Universitas Islam Bandung (Spesia Unisba) 2020, di Aula Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Universitas Islam Bandung (Unisba) terus menggenjot penelitian. Hal ini dilakukan, untuk mendorongkan pemeringkatan universitas. Menurut Ketua Seminar Spesia Unisba, Ahmad Arif Nurrahman, jumlah karya ilmiah yang diseminarkan pada spesia tahun ini sebanyak 1.017 karya. Sementara total karya ilmiah dalam spesia, sejak diluncurkan pada 2014 sebanyak 9.283 karya.

"Kita menyelenggarakan spesia ini salah satunya untuk membantu pemeringkatan universitas. Karena, jumlah kraya ilmiah yang dipublikasikn sangat berarah pada ranking universitas," ujar Ahmad di sela-sela acara Seminar Penelitian Nasional Civitas Akademika (Spesia) Gelombang I Unisba di Aula Unisba Jalan Tamansari Kota Bandung, Kamis (30/1).

Ahmad mengatakan, spesia tahun ini lebih meningkat, baik dari kualitas maupun kuantitas. Kenaikkan jumlah dibanding tahun lalu hanya sekitar lima persen. Dari sisi kualitas, karya ilmiah yang terdiri dari skripsi mahasiswa dan penelitian dosen ini lebih mengedepankan sisi orisinalitas dan plagiasinya hanya 30 persen.

"Jadi kita memiliki software khusus untuk memeriksa plagiasinya. Jika lebih dari 30 persen, maka karya ilmiahnya kita kembalikan ke fakultas masing-masing untuk diperbaiki," katanya.

Selain itu, kata dia, spesia ini difokuskan juga untuk melatih presentasi, tidak hanya dalam bahasa Indonesia, bagi mereka yang ingin mempresentasikan karya ilmiahnya bisa dengan bahasa Inggris dan Arab. 

"Kami juga tahun ini akan mencoba mengirim karya ilmiah yang ada untuk diajukan ke jurnal ilmiah terindeks Scopus. Tentunya, nanti tim akan memilih dan memiliah dulu karyanya," papar Ahmad. 

Karya ilmiah yang terbanyak, kata dia, adalah dari bidang ekonomi sebanyak 290 karya dan disusul bidang kedokteran yakni 196 karya. 

Guru Besar Fakultas Komunikasi Unisba, Atie Rachmiatie, mengatakan, keterbukaan informasi di era milenial ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat. Kunci untuk menangkal itu, adalah dengan menjadi manusia pembelajar. Yakni, harus bisa merespons berbagai peluang dan belajar dari permasalahan.

"Dengan begitu, manusia pembelajar akan melahirkan inovasi dan kreativitas. Bagaimana ia bisa merespons permasalahan yang ada, sehingga ia bisa kreatif. Bahkan berpikir out of the box," katanya.

Menurut Atie, Indonesia harus bisa belajar dari Jepang dan Cina. Mereka selalu belajar dan meniru dari negara  lain, tapi memodifikasi sesuai dengan kebutuhan, minat dan kondisi lokal. 

Atie mengatakan, dalam keterbukaan informasi  saat ini, dampak yang muncul adalah berita hoaks. Penangkalnya tidak bisa sendiri, ini menjadi pekerjaan rumah pentahelix. Seluruh pihak dalam pentahelix, yakni akademisi, industri, media, pemerintah, dan masyarakat (komunitas) harus bergandeng tangan untuk memberantas hoaks.

"Unsur yang ada di pentahelix enggak boleh mengedepankan ego soktoral. Salah satu upaya yang dilakukan oleh unsur pentahelix adalah melaksanakan literasi media," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement