Senin 27 Jan 2020 17:09 WIB

Kampus Merdeka Kurang Berpihak pada Kebutuhan Masyarakat

Kebutuhan masyarakat saat ini berkutat pada masalah akses pendidikan tinggi.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji (tengah).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Kampus Merdeka yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kurang berpihak pada kebutuhan. Kebutuhan masyarakat yang masih berkutat pada masalah akses pendidikan tinggi.

menerangkan menambahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi masih rendah, yakni sekitar 31 persen. Namun, masyarakat malah disuguhkan kebijakan Merdeka Belajar yang tidak membahas mengenai upaya peningkatan partisipasi kasar masyarakat pada pendidikan tinggi.

Baca Juga

Ubaid menilai kebijakan tersebut lebih tepat jika disebut dengan kampus bebas yang berarti memberikan kampus kewenangan untuk melakukan apapun. Termasuk tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT).

"Apalagi dengan mempermudah jalannya Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), yang berujung pada komersialisasi pendidikan," kata dia di Jakarta, Senin (27/1).

Selain itu, kebijakan tersebut juga tidak menyinggung mengapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) gagal dalam mencetak guru yang berkualitas. "Hal lain terkait kebutuhan industri itu memang penting, tapi Tridharma perguruan tinggi juga harus tetap didahulukan. Jika, melulu tunduk pada industri maka kampus menjadi agen-agen kapitalis yang jauh dari misi kemanusiaan," kata dia.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan tersebut merupakan lanjutan dari Merdeka Belajar. Terdapat empat poin kebijakan tersebut yakni otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.

Kemudian program reakreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Akreditasi yang ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun, namun akan diperbaharui secara otomatis.

Selanjutnya, kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH), dan magang sukarela bagi mahasiswa hingga tiga semester.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement