Jumat 24 Jan 2020 11:45 WIB

Hal-Hal yang Dilarang Saat Haid dan Nifas

Perempuan yang sedang haid dilarang berada di dalam masjid.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Hal-Hal yang Dilarang saat Haid dan Nifas. Foto: Ilustrasi Haid
Foto: Mgrol101
Hal-Hal yang Dilarang saat Haid dan Nifas. Foto: Ilustrasi Haid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perempuan yang dalam keadaan haid dan nifas (darah yang keluar dari rahim yang disebabkan melahirkan) memiliki kedudukan yang sama dalam taklif. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang diharamkan yang perlu diperhatikan kaum perempuan untuk tidak dilakukan.

Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam bukunya berjudul Panduan Shalat An-Nisaa Menurut Empat Mazhab terbitan Republika Penerbit menyatakan, setidaknya terdapat empat hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut kepada perempuan tersebut. Adapun larangan yang pertama adalah memasuki masjid.

Baca Juga

Disebutkan, Ibnu Umar dalam Majma’uz Zawaid meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepada Aisyah: “Ulurkanlah alas shalat dari masjid kepadaku,”. Aisyah pun berkata: “Sesungguhnya aku sedang haid,”. Kemudian Rasulullah pun bertanya: “Apakah haidmu ada di tangan?”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan berstatus hadis shahih.

Para ahli fikih dalam al-Masusu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid tinggal di dalam masjid. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berbunyi: “La uhillul-masjida li-haaidin wa la junubin,”. Yang artinya: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan yang sedang haid dan orang yang sedang junub,”.

Abdul Qadir Muhammad Manshur menyebut dalam kitabnya, bahwa pengharaman tersebut termasuk di dalamnya i’tikaf (berdiam diri di masjid) sebagaimana yang telah disebutkan dan disepakti oleh para ahli fikih. Namun para ahli fikih saling bersepakat bahwa boleh bagi perempuan tersebut untuk melewati masjid tanpa tinggal, dalam kondisi darurat dan ketika ada uzur.

Landasan argumentasi ini berdasar qiyas pada orang yang sedang junub. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah An-Nisa penggalan ayat 43 berbunyi: “Ma taquluna wa la junuban, illa ghabiri sabilin,”. Yang artinya: “Dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar melewati jalan saja,”.

Namun dalam kondisi darurat, para ulama dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa sebaiknya yang bersangkutan bertayamum terlebih dahulu baru kemudian masuk ke dalam masjid. Sedangkan para ulama dari madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat, haram baginya memasuki masjid secara mutlak, baik untuk tinggal maupun untuk lewat.

Larangan selanjutnya adalah membaca Alquran. Namun, para ulama masih berbeda pendapat mengenai larangan yang satu ini. Jumhur ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali mengharamkan baginya membaca Alquran.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam hadis riwayat Tirmidzi berbunyi: “La taqra-u al-haidhu wa lal-junubu syai-an minal-qur’ani,”. Yang artinya: “Perempuan yang sedang haid dan yang sedang junub tidak boleh membaca sesuatu dari Alquran." Adapun para ulama memerincikannya perkara ini berdasarkan argumentasinya masing-masing.

Ulama dari kalangan mazhab Hanafi berpendapat, haram baginya membaca Alquran meskipun kurang dari satu ayat. Namun apabila yang bersangkutan tidak bermaksud membaca tapi hanya bermaksud memuji atau berzikir, maka hal itu tidak dipermasalahkan. Misalnya membaca Al-Fatihah yang kerap diasosiasikan sebagai sebuah surat yang menjadi bagian dari doa.

Namun para ulama dari mazhab Imam Syafi’i berpendapat, haram bagi perempuan yang sedang haid membaca Alquran. Meskipun hanya sebagian dari ayat, seperti satu huruf, karena hal itu akan mengurangi penghormatan baik dia bermaksud maupun tidak.

Larangan selanjutnya adalah menyentuh dan membawa mushaf. Secara umum, para ahli fikih bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid menyentuh mushaf. Hal ini ditegaskan berdasarkan dalil Alquran, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Waqi’ah ayat 79 yang artinya: “Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan,”.

Rasulullah SAW juga pernah berkata dalam hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abu Bakar bin Amru bin Hazm yang mendapatkannya dari kakeknya. Dalam redaksinya, Rasulullah berkata: “Tidak ada yang menyentul Alquran kecuali orang yang suci,”. Namun, para ulama dari madzhab Maliki mengecualikan guru dan murid. Keduanya boleh menyentuh mushaf Alquran.

Adapun larangan selanjutnya adalah puasa dan shalat. Haram bagi perempuan yang sedang haid dan nifas melaksanakan puasa dan shalat. Para ulama bersepakat bahwa perempuan yang haid, wajib mengqadha (mengganti usai suci) puasa dan tidak perlu mengqadha shalat.

Dua hal ini mendapatkan perlakuan berbeda karena penyamaan hukum keduanya akan menjatuhkan perempuan ke dalam lubang kesusahan dan kesempitan. Oleh karena itu, hukum taklif keduanya dibedakan. Adapun ini adalah tanda diberikannya kemudahan dan kelonggaran serta simbol dihilangkannya kesusahan.

Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Ya ma’syaralnisaa-i tashaddaqna wa aksirnal-istighfara fa inni ra-aytukunna aksara ahlinnari,”. Yang artinya: “Wahai kaum perempuan, bersedekahlah dan perbanyaklah istigfar. Sungguh aku melihat kalian adalah penghuni yang paling banyak,”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement