Selasa 07 Jan 2020 18:36 WIB

Mahasiswa UMM Bakal Dampingi Anak Pekerja Migran Indonesia

Para mahasiswa melakukan pendampingan terhadap anak-anak PMI.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Mahasiswa UMM bakal dampingi anak Pekerja Migran Indonesia. Foto Universitas Muhammadiyah Malang
Mahasiswa UMM bakal dampingi anak Pekerja Migran Indonesia. Foto Universitas Muhammadiyah Malang

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bakal menerjunkan mahasiswa KKN di Kota Kinabalu, Negeri Sabah, Malaysia. Para mahasiswa akan diminta untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)

Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KJRI, Kota Kinabalu, Cahyono Rustam memperkirakan daerah ini memiliki lebih dari 600 ribu warga negara Indonesia (WNI). Jumlah ini baru perkiraan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kinabalu, Malaysia. Sebab, yang tercatat di lembaganya sekitar 151 ribu jiwa saja.

Baca Juga

Menurut Cahyono, rata-rata para WNI yang datang ke Kinabalu untuk bekerja. Beberapa di antaranya melalui jalur resmi sedangkan lainnya tidak. Oleh sebab itu, lembaganya acap melakukan pemulangan WNI setiap bulannya.

“Jumlahnya sekitar 300-an orang,” kata Cahyono dalam pesan resmi yang diterima wartawan, Selasa (7/1).

Selain bekerja, para PMI dilaporkan juga ada yang menikah sehingga memiliki anak. Namun sebagain besar anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran. Pasalnya, pernikahan mereka hanya dilakukan secara agama.

Melihat situasi tersebut, KJRI berusaha membuatkan berbagai surat keterangan sepadan untuk anak-anak para PMI. Untuk pendidikan, anak-anak PMI tidak dapat bersekolah di sekolah negeri Malaysia. Berdasarkan aturan Malaysia, orang asing dengan pendapatan di bawah 5.000 ringgit tidak diperkenankan mengeyam pendidikan di sekolah negeri.

"Keadaan ini membuat pemerintah melalui KJRI menginisiasi berbagai metode demi pendidikan anak-anak PMI agar tetap mendapatkan asupan pengetahuan," jelasnya.

Sejauh ini, kata Cahyono, Indonesia sudah melakukan negosiasi dengan pemerintahan Malaysia. Negosiasi ini berkaitan dengan pendirian sekolah-sekolah alternatif. Dari hasil upaya tersebut, telah ada 1000-an siswa yang belajar di awal pendirian sekolah alternatif.

Setelah itu, Indonesia melakukan negosiasi kembali dengan Malaysia di 2008. Upaya ini dilakukan untuk mendirikan lingkup belajar yang lebih besar bernama Community Learning Center (CLC). Menurut Cahyono, keberadaan CLC bukti pemerintah serius menangani berbagai masalah yang dihadapi para WNI di Malaysia.

“Anda-anda yang yang KKN di sana nanti, mari kita bantu mendidik anak-anak WNI untuk berwawasan luas dan mencintai Indonesia,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement