Kamis 26 Dec 2019 15:24 WIB

Memaknai Dzikir Nasional

Jadikan pergantian tahun momen menyempurnakan dzikir kita.

Sejumlah umat islam saat mengikuti acara Dzikir Nasional di Masjid Agung At Tin, Jakarta, Senin (31/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah umat islam saat mengikuti acara Dzikir Nasional di Masjid Agung At Tin, Jakarta, Senin (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebentar lagi kita akan meninggalkan 2019 dan bertemu 2020. Tiap malam pergantian tahun, umumnya masyarakat merayakan dengan kegiatan huru-hara dan pesta-pesta. Seiring dengan geliat keislaman yang mulai meningkat, banyak dari kaum muslimin yang memilih mengisinya dengan mengikuti acara dzikir nasional.

Acara positif ini diselenggarakan sebagai momentum muhasabah diri menuju kehidupan yang lebih baik di tahun mendatang. Lalu apa makna dzikir?

Dzikir artinya mengingat Allah. Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berdzikir kepada-Nya setiap waktu. Dzikir ada dua macam yaitu dengan lisan dan dengan perbuatan.

Dzikir dengan lisan dilakukan dengan melafadzkan kalimat thayyibah (baik). Dzikir dengan perbuatan dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya dalam seluruh perbuatan. Dzikir akan sempurna manakala kita senantiasa melafadzkan kalimat thayyibah disertai ketaatan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah.

Pertanyaan selanjutnya, sudahkah bangsa ini melaksanakan dzikir dengan sempurna?

Tatkala sumber daya alam (SDA) diswastanisasi pengelolaannya padahal SDA adalah milik umum yang harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat.

Tatkala Badan Umum Milik Negara (BUMN) diprivatisasi sehingga harga-harga kebutuhan pokok misal listrik, BBM, dan gas melejit padahal negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar/pokok rakyat.

Tatkala negara terus menambah utang luar negeri sehingga menggadaikan kedaulatan negara pada negara asing.

Tatkala negara memata-matai masjid dan majelis taklim atas nama deradikalisasi padahal tugas negara melindungi kebebasan dan ketenangan warga negara untuk menjalankan ibadah. Dan masih banyak permasalahan lain yang mengindikasikan dzikir kita belumlah sempurna.

Maka saatnya pergantian tahun ini kita jadikan sebagai momentum untuk menyempurnakan dzikir kita. Dzikir nasional yang sudah kita laksanakan rutin tiap tahun ini jangan hanya berhenti pada lisan saja.

Hendaknya dzikir nasional dimaknai sebagai gerakan seluruh komponen bangsa ini untuk senatiasa mengingat Allah dan bersegera melaksanakan syariat-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.

*Oleh: Wahyu Utami, S.Pd, Guru di Bantul Yogyakarta

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement