Sabtu 14 Dec 2019 05:00 WIB

Politisi PKB Minta Nadiem Kaji Dulu Pengganti UN

Pengganti UN diharapkan tak menimbulkan masalah baru nantinya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diminta mengkaji terlebih dahulu sistem yang akan menggantikan UN. Foto: Pengawas membagikan soal saat Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), di SDN 062 Ciujung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Senin (22/4).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diminta mengkaji terlebih dahulu sistem yang akan menggantikan UN. Foto: Pengawas membagikan soal saat Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), di SDN 062 Ciujung, Jalan Supratman, Kota Bandung, Senin (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Juwaini meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk tidak asal mengganti ujian nasional. Menurutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mengkaji terlebih dahulu sistem yang akan menggantikan UN. Hal ini agar penggantinya justru tak menimbulkan masalah baru nantinya.

 

"Jadi Mendikbud harus menjelaskan untuk penggantian itu ke arah yang lebih baik, bukan sekedar asal ganti saja karena menjadi menteri ya," ujar Jazilul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/12).

 

Ia juga mengkritisi pernyataan Nadiem yang menyebut bahwa Indonesia tak memerlukan anak yang pintar menghafal. Sebab, kata Jazilul, menghapal menjadi hal yang harus dilewati dalam proses belajar.

 

"Ya pasti dimulainya dengan menghafal terus mengkaji. Mau dia tidak ngerti apa-apa mau mengkaji, apa yg dikaji? Seperti nggak paham sistem pendidikan dan kerja memori otak saja," ujar Jazilul.

 

Selain itu, ia juga meminta Kemendikbud untuk tetap membuat tolak ukur hasil belajar siswa. Agar proses belajar dari seorang siswa juga dapat terpantau perkembangannya.

 

"Namanya orang belajar harus dinilai, negara sekarang mengarah pada keunggulan, harus jelas standarnya, oke tidak UN tapi apa standar penilaiannya," ujar Jazilul.

 

Meski begitu, ia sendiri mengaku mendukung penggantian sistem UN yang selama ini diterapkan, menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Namun, tetap harus ada standar penilaian untuk menjadi tolak ukur.

 

"Kalau belajar tidak ada evaluasi sama dengan bekerja tidak jelas nilainya, tidak jelas siapa yang menilai, mungkin Pak Nadiem punya cara lain untuk menilai siswa di Indonesia," ujar Jazilul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement