Kamis 12 Dec 2019 14:03 WIB

KPAI Kritisi Pengurangan Jumlah Persentase PPDB Zonasi Murni

Zonasi di era Menteri Nadiem kemunduran karena diturunkan drastis menjadi 50 persen.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Komisioner KPAI Retno Listyarti
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisioner KPAI Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang mengurangi persentase zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Komisioner KPAI Retno Listyarti menilai hal ini merupakan sebuah kemunduran. 

"KPAI menyayangkan penurunan presentase zonasi jarak murni, yang semua sudah mencapai 80 persen setelah pelaksanaan tiga tahun zonasi, namun di era Menteri Nadiem malah kemunduran karena diturunkan drastis menjadi 50 persen," kata Retno, Kamis (12/12). 

Baca Juga

Menurut Retno, saat ini sudah banyak daerah yang mampu dan konsisten menjalankan 80 persen zonasi jarak murni. Hal ini berbeda dengan DKI Jakarta yang dinilai sudah memiliki banyak sekolah yang memadai namun tidak sepenuhnya menerapkan zonasi murni. 

Bentuk kekecewaan ini berdasarkan sebuah data selama lima tahun terakhir dari Kemendikbud. Selama waktu tersebut, anak-anak dari keluarga miskin justru mengeluarkan biaya pendidikan yang lebih besar dibandingkan anak dari keluarga kaya, karena seleksi PPDB menggunakan hasil UN.

Retno menuturkan, anak-anak kaya mampu membayar bimbel sehingga nilai UN bisa tinggi. Akhirnya mereka bisa memilih sekolah negeri manapun karena nilai yang baik tersebut.

"Sementara jumlah sekolah negeri minim. Akibatnya, sekolah negeri didominasi anak-anak dari keluarga kaya," kata Retno. 

Ia juga menjelaskan soal adanya uji materi dari masyarakat ke Mahkamah Agung soal kebijakan PPDB zonasi. MA memenangkan Kemendikbud dalam uji materi yang dilakukan oleh perwakilan masyarakat yang merasa dirugikan dengan sistem zonasi. 

"Pemerintah wajib menambah jumlah sekolah negeri, bukan menurunkan persentase zonasi murni," kata Retno. 

Ia menjelaskan, ketimpangan kualitas pendidikan juga disertai ketimpangan jumlah sekolah di Indonesia. Angka menunjukkan jumlah sekolah jenjang SD mencapai 148 ribu, namun jenjang SD hanya 39 ribu dan SMA 13 ribu. 

Minimnya sekolah negeri dijenjang SMP dan SMA haruslah di atasi segera dengan membangun sekolah dan infrastruktur pendidikan yang mendukung kualitas pendidikan, bukan menurunkan persentase zonasi nya. Retno berpendapat, apabila tidak segera ditambah setiap tahun Indonesia akan menghadapi keluhan masyarakat dan masalah PPDB di setiap daerah. 

"Oleh karena itu, KPAI mendorong pemerintah pusat tidak hanya melakukan zonasi siswa, tetapi juga zonasi guru dan zonasi pendidikan yang melibatkan setidaknya 7 Kementerian/Lembaga," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement