Kamis 12 Dec 2019 10:42 WIB

KPAI Dukung Penghapusan UN

Penghapusan UN sejalan dengan program memberlakukan sistem zonasi.

Rep: Mabruroh/ Red: Ratna Puspita
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN). Karena, menurut KPAI, penghapusan UN ini sejalan dengan program pemerintah yang telah memberlakukan sistem zonasi.

Sistem zonasi dilakukan dengan mempertimbangan jarak rumah ke sekolah bukan dengan nilai UN. “KPAI mengapresiasi bahwa pendidikan kita akhirnya menghargai nalar dan mempertahankan sistem zonasi PPDB pada 2020,” kata Retno Listyarti dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (12/12).

Baca Juga

Data Kemdikbud selama lima tahun terakhir, kata Retno, menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin justru mengeluarkan biaya pendidikan yang lebih besar dibandingkan anak-anak dari keluarga berada. Hal itu terjadi karena seleksi PPDB menggunakan hasil UN.

Anak-anak dari keluarga mampu, dapat membayar bimbel, sehingga nilai ujiannya bisa tinggi jadi bisa memilih sekolah negeri manapun. Sementara anak-anak dari keluarga kurang mampu justru harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk pendidikan karena ditempatkan di sekolah swasta.

Hal ini terjadi karena minimnya sekolah negeri dan yang ada telah didominasi oleh anak-anak dari keluarga mampu. “Pemerintah wajib menambah jumlah sekolah negari bukan menurunkan presentasi zonasi murni,” ungkap Retno.

Dari data yang dimiliki KPAI, jumlah sekolah negeri jenjang SD mencapai 148.000, namun jenjang SMP hanya 39.000 dan jenjang SMA sekitar 13.000. Minimnya sekolah negeri jenjang SMP dan SMA ini sambungnya, haruslah di atasi segera dengan membangun sekolah dan infrastruktur pendidikan yang mendukung kualitas pendidikan, bukan menurunkan persentase zonasinya. 

“Ketimpangan kualitas pendidikan juga disertai ketimpangan jumlah sekolah di Indonesia, kalau tidak segera ditambah, maka setiap tahun kita akan menghadapi keluhan masyarakat dan masalah PPDB di setiap daerah,” jelasnya 

Karena itu, KPAI mendorong pemerintah pusat tidak hanya melakukan zonasi siswa, tetapi juga zonasi guru dan zonasi pendidikan yang melibatkan setidaknya tujuh Kementerian dan Lembaga. Di antaranya, Kemendagri, Kemdikbud, Kemenag, Kemenenterian Keuangan, Bapenas, KemenPUPR, dan KemenPAN-RB. 

KPAI mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim agar pendekatan zonasi tidak hanya digunakan untuk PPDB, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan. Mulai dari kurikulum, sebaran guru, sebaran peserta didik, sampai kualitas sarana prasarana, akan ditangani berbasis zonasi.

Retno melanjutkan, penerapan sistem zonasi dilakukan untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas. Sehingga, diharapkan dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat.

“Untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas, Kemendikbud memetakan penataan dan pemerataan guru, pemerataan infrastruktur, sharing resource, dan integrasi pendidikan formal dan nonformal,” kata dia. 

Karenanya, tambah Retno, untuk mencapai pemerataan pendidikan yang berkualitas kuncinya bukan hanya pada zonasi siswa, tetapi juga harus menzonasi guru. “Zonasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk mendekatkan anak dengan sekolah, sistem zonasi ini juga dapat digunakan untuk menambah guru dan mutasi guru, serta menentukan pembangunan sarana dan prasarana sekolah yang membutuhkan,”jelasnya. 

Untuk keberhasilan sistem zonasi pendidikan, menurut Retno, diperlukan sinergi kebijakan antarkementerian untuk upaya melayani dan memenuhi hak atas pendidikan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia. Setidaknya, ada delapan kementerian dan lembaga akan terlibat dalam sistem zonasi pendidikan ini untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.

Yakni, kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat(KemenPUPR), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta Bappenas.

“Kemendagri diharapkan akan mengordinasikan kepala daerah dalam menyusun kebijakan pendidikan, Kementerian Agama akan memastikan satuan pendidikan formal dan nonformal yang berada di bawah kewenangannya diikutkan dalam zonasi pendidikan, Kemenristekdikti akan menyelaraskan lembaga pendidikan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan guru nasional,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement