Selasa 10 Dec 2019 21:25 WIB

Nurani Oh Nurani

Mari lebih peka terhadap sesama, jangan sungkan mengulurkan tangan.

Tety Darmianti, Penderita TBC tulang di Desa Ciporang Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan.
Foto: humaskuningan.com
Tety Darmianti, Penderita TBC tulang di Desa Ciporang Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Sebuah perjalanan hati yang luar biasa. Ahad 27 Oktober 2019 menjadi sejarah baru buat saya. Gadis bernama Tety Darminati berasal dari Ciporang Maleber, Kuningan, di usia yang hampir 32 tahun, selama kurang lebih 11 tahun terkurung dalam ruang sempit tanpa daya. Tubuhnya ditemukan nyaris menyerupai kayu karena terlalu lamanya terbaring dengan luka borok bernanah.

Hanya langit-langit kamar saja yang menjadi teman dan saksi dari setiap rasa sakit yang dideritanya. Tak ada ibu yang merawat karena telah tiada. Dan tak ada ayah yang akan menggendongnya karena telah tiada. Hanya seorang kakak kandung dan kakak ipar yang memberinya makan.

Ketidaksengajaan kabar sakit yang diderita terdengar sebuah media hingga menjadi berita yang menggetarkan hati setiap insan yang berhati dan bantuan akhirnya datang dari berbagai pihak. Kondisinya pun berangsur membaik setelah mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Namun, tidak berhenti sampai di situ, Tety masih terus membutuhkan perawatan berkala baik untuk luka-lukanya maupun psikologisnya.

Hari berikutnya, kabar duka itu kembali kita temui. Sepasang suami istri berasal dari Desa Cirukem Garawangi bernama Bapak Setiana warga RT 01 ini  rumahnya habis terbakar menjadi abu. Tersisa puing-puing gambaran dari kemiskinan yang mereka jalani.

Hampir setiap hari kabar-kabar duka itu terus berdatangan seolah mengajak kita untuk membuka mata dan telinga agar lebih peduli terhadap sesama. 

Waktu seolah ingin menunjukkan bumi kita berisian dengan orang-orang yang hidupnya dihimpit segala ketiadaan, namun mereka orang yang ikhlas dalam menjalani setiap ketentuan dari Allah SWT.

Meski ada air mata,  mereka tidak jarang untuk peduli pada yang lain. Sementara kita yang hidupnya lebih baik terkadang lupa bersyukur kepada-Nya atas setiap nikmat yang di berikan. Berbagi dengan sesama tidak harus menunggu kita hidup berkecukupan, seyogianya sebaik-baik sedekah saat kita dalam kekurangan.

Orang-orang yang ditimpa musibah baik itu penyakit, korban kebakaran, kemiskinan bukan karena keinginan mereka. Melainkan takdir yang mereka harus jalani. Namun hakikatnya manusia hanyalah mahluk sosial yang membutuhkan satu dengan yang lainnya. Salah satu fungsi makhluk sosial di antaranya saling membantu untuk meringankan sesama. Alangkah baiknya ketika memberi bantuan itu datangi korban secara langsung untuk melihat sekaligus merasakan kesulitan mereka sehingga memberi energi positif bagi yang mengalaminya.

Bantuan itu tidak hanya berbentuk materiil melainkan juga moril. Dengan mendatanginya secara langsung kita akan melihat apa saja yang menjadi kebutuhan terpenting mereka yang secepatnya harus segera diberikan, sekaligus adanya ikatan batin antara korban dengan donatur. Dengan demikian, kesinambungan akan terjalin dengan baik, setiap bantuan yang diberikan kita melihat sendiri kebergunaannya.

Kepedulian terhadap sesama adalah kewajiban sebagai manusia, diciptakan sebagai mahluk sosial tentu kita saling membutuhkan satu dengan yang lain. Bentuk kepeduliaan yang dimaksud tidak saja dengan kita memberikan kebutuhan mereka saja melainkan kepekaan terhadap apa yang mereka rasakan, mengawali dengan orang terdekat terlebih dulu.

Ketika kita mampu menjadi teman bagi siapa saja, bertanya tentang kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang kita temui, jika memang kita tidak bisa memberikan bantuan secara langsung sesuai apa yang menjadi kesulitan mereka, setidaknya kita ikut memikirkan untuk menemukan solusi disertai mendokannya cukup berarti besar buat mereka.

Masih bertebaran orang-orang yang hidupnya dalam kekurangan. Mari lebih peka terhadap sesama. Jangan sungkan untuk mengulurkan tangan pada yang membutuhkan. Allah mencintai orang-orang yang meringankan kesulitan orang lain. Semoga.

 

*Penulis: Vera Verawati, Koki di Waroeng Ilmu Cafe, Kuningan, Jawa Barat

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement