Jumat 29 Nov 2019 05:14 WIB

Perubahan Iklim Jadi Prioritas Erasmus+ pada 2020

Eramus+ adalah program kerja sama dan pendanaan yang diluncurkan Uni Eropa (EU).

Perubahan iklim (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanggulangan dampak perubahan iklim (climate change prevention) jadi salah satu sektor prioritas Erasmus Plus atau Erasmus+ pada 2020. Eramus+ adalah program kerja sama dan pendanaan yang diluncurkan Uni Eropa (EU) untuk berbagai negara mitra di dunia, salah satunya Indonesia.

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket mengatakan perubahan iklim merupakan tantangan utama yang dihadapi seluruh negara di dunia. "Setiap hari kita melihat masalah itu di banyak pemberitaan, laporan penelitian kebijakan, dan pernyataan dari banyak pihak sehingga aksi penanggulangan dampak perubahan iklim perlu untuk segera dibuat," kata dia saat ditemui pada sesi penyampaian arahan media (media briefing) di sela sosialisasi program Erasmus+ ke perwakilan 100 universitas di Indonesia, di Jakarta, Kamis (28/11).

Baca Juga

Karena itu, ia mengatakan, pendidikan punya peran penting menyusun kurikulum terkait dengan isu perubahan iklim. "Dan tentunya, fokus mengembangkan pengajaran ekonomi yang fokus pada pertumbuhan berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan," kata Piket.

Dalam sesi presentasi Erasmus+, pihak Uni Eropa menjelaskan penanggulangan dampak, adaptasi, dan strategi mitigasi perubahan iklim menjadi sektor prioritas program pendanaan dan kerja sama bidang pendidikan Uni Eropa pada 2020. Bahkan, pihak Uni Eropa juga akan menganggarkan biaya khusus (exceptional costs) bagi mahasiswa dan staf pengajar yang memilih moda transportasi dengan kadar gas buang rendah saat mengikuti program pertukaran atau menjadi dosen tamu di negara tertentu.

Erasmus+ merupakan program utama yang dirancang Uni Eropa untuk membangun kemitraan bidang pendidikan dengan negara-negara mitra melalui pendanaan dan kolaborasi penguatan kapasitas sumber daya manusia, pertukaran pengajar dan mahasiswa, serta pengembangan kurikulum. Menurut Piket, sekitar 34 universitas di Indonesia telah mendapatkan bantuan dari Erasmus+ sejak program itu diluncurkan pada 2015.

"Indonesia merupakan mitra yang penting bagi kami. Untuk itu, salah satu tujuan Erasmus+ adalah mendukung program pemerintah Indonesia yang ingin menguatkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu, tujuan lainnya, kami juga ingin membantu anak muda mengembangkan potensi mereka agar dapat berkiprah di tingkat dunia," ungkap Piket.

Ada empat jenis kerja sama dan pendanaan yang disediakan Erasmus+ untuk sivitas akademika di Indonesia, di antaranya pertukaran pelajar selama satu semester melalui skema transfer kredit internasional (international credit mobility/ICM); peningkatan kapasitas perguruan tinggi (capacity building in higher education/CBHE); pengembangan kurikulum dan modul pengajaran (Jean Monnet); dan beasiswa pasca sarjana (Erasmus Mundus Joint Master's Degree/EMJMD).

Sejak Erasmus+ diluncurkan pada 2015, 1.290 mahasiswa dan dosen asal Indonesia telah mengikuti program pertukaran pelajar selama satu semester ke beberapa perguruan tinggi di Eropa. Di sisi lain, 766 mahasiswa dan staf pengajar asal negara-negara Eropa juga telah mendatangi Indonesia untuk menempuh pendidikan serta mengajar di kampus-kampus dalam negeri.

Sementara itu, Uni Eropa melalui program Erasmus+ juga telah mendanai 27 proyek kemitraan penguatan kapasitas yang melibatkan sekitar 90 perguruan tinggi di Indonesia. Untuk program Jean Monnet atau pengembangan kurikulum, Uni Eropa telah memberikan fasilitas pendampingan dan pendanaan ke tiga universitas di Indonesia sejak 2015.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement