Selasa 26 Nov 2019 12:40 WIB

Publikasi Ilmiah tak Sebanding Jumlah Dosen dan Mahasiswa

Menristek menyebut jumlah publikasi ilmiah di Indonesia masih sedikit.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro ditemui di Gedung II BPPT, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro ditemui di Gedung II BPPT, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendata, salah satu masalah yang masih dihadapi dunia riseet di Indonesia yakni jumlah publikasi ilmiah masih sedikit dibandingkan jumlah mahasiswa dan dosen. Hal ini menyebabkan penelitian anak negeri di tingkat global masih kurang dikenal.

"Publikasi ilmiah saat ini memegang peranan sangta penting sebagai bukti pertanggungjawaban ilmiah hasil penelitian, sehingga dapat dikenal luas secara global," kata Menristek/Kepala BRIN, Bambang Permad Soemantri Brodjonegoro, ditemui usai penyerahan sertifikat akreditasi jurnal di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (25/11) sore.

Sebelumnya, pemerintah berhasil meingkatkan jumlah publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah Indonesia di tingkat ASEAN untuk tahun 2018 berdasarkan data di Scopus sebanyak 33.953, menduduki posisi pertama. Namun, publikasi untuk tahun 2019 Indonesia sementara menjadi kedua di angka 28.374, di bawah Malaysia dengan jumlah 28.404.

Sementara itu, Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan, Muhammad Dimyati menjelaskan, secara kauantitas jurnal terakreditasi meningkat. Namun, secara kualitas masih banyak yang di posisi peringat ke-3 sampai ke-6. Dimyati berharap, tahun depan selain kuanititas, kualitas publlikasi ilmiah akan terus ditingkatkan.

Rincian jurnal yang tllah terakreditasi yakni, kelompok peringkat 1 sebanyak 57 jurnal. Kelompok peringkta 2 sebanyak 724 jurnal, kelompok peringkta 3 sebanyak 758 jurnal. Kelompok peringkat empat sebanyak 1.101 jurnal, kelompok peringkat 5 sebanyak 710 jurnal, dan kelompok peringkat 6 sebanyak 113 jurnal.

Bambang menjelaskan, kementerian yang dipimpinnya berupaya memenuhi kebutuhan jurnal terakrediitasi dengan membuat regulasi-regulasi. Selain itu, Dimyati menambahkan saat ini Kemenristek/BRIN juga bekerja sama dengan LPDP dalam program pendanaan riset.

"Kemenristek dan LPDP bersepakat untuk dapat integrasi data bersama dalam proses seleksi pendanaan riset sehinga dapat dilakukan multiresource pendanan untuk satu program riset," kata Dimyati menjelaskan.

Pihak LPDP, lanjut Dimyati akan menggunakan data Sinta sebagai awal untuk proses sleksi hibah riset dan pemberian insentif kepada jurnal terakreditasi peringkat satu dan dua. "Sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras memenuhi standar tata kelola jurnal terakreditasi nasional," kata dia lagi.

Pada 2019, Kemenristek/BRIN telah mengalokasikan Rp 800 juta untuk 16 jurnal yang masuk peringkat satu, masing-masing diberikan insentjuta. Selain itu, untuk 196 jurnal peringkat dua dialokasikan dana Rp 2,94 miliar, masing-masing mendapatkan Rp 15 juta.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan publikasi ilmiah penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di universitas. Ia menilai seorang dosen yang baik mestinya bisa mengajarkan materi yang terkini. Hal ini bisa saja dilakukan dengan banyak membaca jurnal-jurnal imliah.

Namun, lanjut dia, akan lebih baik lagi apabila dosen melakukan penelitian langsung dan rajin menulis jurnal. Sehingga, secara pribadi dosen mendapatkan promosi dan Indonesia semakin dikenal dengan publikasi jurnal ilmiah mereka. Di dalam pengajaran, materi yang diberikan dosen pun tidak akan ketinggalan zaman.

"Itu hanya bisa terjadi kalau dosen itu aktif melakukan peneltian dan aktif di jurnal ilmiah. Itu intinya kenapa kita membutuhkan jurnal lebih banyak. Selain keuntungan pribadi, kita ingin mereka meningkatkan derajat Indonesia dalam konteks ilmiah secara gobal," kata Bambang.

Dengan lebih banyaknya jurnal yang terakreditasi, ia berharap iklim penelitian di Indonesia akan lebih baik lagi. Iklim penelitian yang baik harus memiliki insentif, salah satunya adalah menulis di jurnal. Penulis jurnal akan diakui idenya dan juga akan bisa mendapatkan pengakuan yang ia butuhkan.

Selain itu, diharapkan juga akreditasi jurnal bisa meningkatkan ranking universitas Indonesia dalam tingkat global. Salah satu cara agar ranking universitas meningkat adalah banyaknya jurnal ilmiah yang disitasi. Agar sitasi meningkat, maka kualitas jurnal harus terus didorong agar semakin baik. 

"Publikasi jurnal yang berkualitas, jadi maupun isi tulisannya dan jenis jurnalnya harus diupayakan terus membaik. Makin tinggi kualitasnya, sehingga sitasi kita membaik dan rank universitas secara global membaik," kata dia lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement