Rabu 20 Nov 2019 12:16 WIB

Menjadi Miskin di Negara Kaya

Ironi tanah subur dan kaya namun para petani mengalami kemiskinan

Kemiskinan, ilustrasi
Foto: Republika
Kemiskinan, ilustrasi

"Orang bilang tanah kita tanah syurga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.. "

Itulah sepenggal lagu yang menggambarkan betapa Indonesia adalah negri kaya raya akan sumberdaya alam yang terbentang dari sabang sampai merauke. Terletak di garis khatulistiwa, negri subur dengan keindahan dan ke eksotisan yang luar biasa.

Bumi pertiwi dengan segudang harta karun itu Lalu apa yang tidak dimiliki? Hanya satu, yaitu kemampuan untuk mengolahnya demi kepentingan rakyatnya. Sebuah sebab yang  berakibat fatal. Ibarat tikus mati di lumbung padi.

Fakta mengatakan bahwa Seperti yang dikutip dari laman CNN Indonesia Asian Development Bank (ADB) melaporkan 22 juta orang Indonesia masih menderita kelaparan.

ADB bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan hal itu dalam laporan bertajuk 'Policies to Support Investment Requirements of Indonesia's Food and Agriculture Development During 2020-2045'.

Kelaparan yang diderita 22 juta orang tersebut, atau 90 persen dari jumlah orang miskin Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebanyak 25,14 juta orang dikarenakan masalah di sektor pertanian, seperti upah buruh tani yang rendah dan produktivitas yang juga rendah. 

Sebuah kenyaataan yang pahit. Lalu kenapa semua bisa terjadi? Yang kaya akan semakin kaya. Yang miskin akan semakin miskin. Kesenjangan sosial yang terus menajam. Sampai kapan rakyat kecil akan dikorbankan?

Setiap pergantian pemimpin harapan rakyat kembali tumbuh,  harapan untuk menikmati kehidupan yang lebih layak. Namun,  lagi dan lagi harapan tinggal harapan tanpa kenyataan, keadaannya masih sama bahkan lebih buruk.

Sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan dasar rakyat. Apabila kebutuhan itu tidak di penuhi akan berakibat fatal dan adalah menjadi sebuah indikasi kesalahan dalam mengurusi rakyat.

Kemiskinan dan kelaparan adalah problem yang sangat memprihatinkan, dimana kebutuhan pokok dan mendasar rakyat nya tidak dapat terpenuhi. Tanah yang luar biasa subur tapi para petani nya justru mengalami kemiskinan, Sangatlah ironi memang. 

Kesalahan pengelolaan kekayaan negara menjadi sebab terjadinya problem ini. Dalam undang-undang di jelaskan bahwasanya kekayaan negara di olah untuk kepentingan rakyat nya.  Namun fakta nya justru sepeserpun rakyat tidak menikmati itu. Lalu kemanakah arah nya? 

Adalah suatu hal yang selalu saja membuat rakyat geram dimana kasus korupsi terus merajalela. Hak rakyat yang seharus nya diterima namun dengan mudah nya diambil,  disisi lain Kekayaan yang melimpah ruah tentu membuat iri negara lain yang melihatnya.

Kerjasama-kerjasama yang terjalin antara indonesia dengan negara lain mengenai pengelolaan sumberdaya alam bak simbiosis parasitisme. Kondisi ini tidak akan berubah tanpa perubahan sistem pengelolaan yang lebih baik, dalam Islam kekayaan negara di kelola untuk kepentingan umatnya. Keterikatan terhadap hukum syara menjadikannya terkendali dan diwarnai dengan keadilan.

Pemimpin bertugas meriayah atau mengurusi rakyatnya bahkan dikatakan sebagai pelayan rakyatnya, mencukupi semua kebutuhan nya dan tentu anti terhadap campur tangan asing. Sehingga sumberdaya alam benar-benar di kelola untuk kesejahteraan umat.

Pengirim: Dian Ambarwati,  Muslimah Wonogiri

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement