Selasa 19 Nov 2019 14:32 WIB

Bank Dunia: Sepertiga Anak Indonesia Alami Learning Poverty

Learning poverty atau ketidakmampuan dalam membaca dan memahami cerita sederhana.

Anak-anak membaca buku dari perpustakaan keliling. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Anak-anak membaca buku dari perpustakaan keliling. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menyatakan lebih dari sepertiga anak-anak di Indonesia mengalami learning poverty. Ini merupakan kondisi ketidakmampuan anak pada usia 10 tahun dalam membaca dan memahami cerita sederhana.

"Banyak anak, bahkan saat ini di sekolah, mereka tidak belajar keterampilan dasar," kata Direktur Pelaksana Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Rolande Pryce dalam kunjungan kerja Bank Dunia ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Selasa (19/11).

Baca Juga

Pernyataan itu didasarkan oleh data penelitian terbaru mereka pada 2011 yang menunjukkan bahwa sebanyak 53 persen dari seluruh anak di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami learning poverty. Di negara-negara miskin, learning poverty mencapai 80 persen. Berdasarkan data tersebut, Indonesia termasuk di dalamnya karena lebih dari sepertiga anak-anak Indonesia mengalami learning poverty.

Kemajuan dalam mengurangi learning poverty terlalu lambat utamanya untuk memenuhi aspirasi yang tercantum dalam Suistanable Develepoment Goals(SDGs). SDGs nomor empat, yaitu memastikan pendidikan yang inklusif, bermutu dan untuk semua.

Sejalan dengan Proyek Human Capital (Modal Manusia), Bank Dunia telah meluncurkan target global yang ambisius tetapi terukur untuk mengurangi tingkat learning poverty menjadi minimal setengahnya sebelum 2030. Artinya, pengurangan tingkat learning poverty rata-rata hampir tiga kali lipat dari tingkat kemajuan global.

Indonesia, menurut dia, telah meraih kemajuan dalam pendidikan berupa reformasi kebijakan yang telah secara dramatis meningkatkan akses terhadap pendidikan dalam sistem pendidikan Indonesia yang besar dan kompleks, khususnya bagi anak-anak yang kurang beruntung. Sejak 2000, total jumlah siswa telah meningkat lebih dari 10 juta atau sekitar 25 persen.

Peningkatan jumlah siswa tersebut disertai dengan kenaikan tertinggi skor rata-rata matematika dalam Programme for International Student Assessment (PISA) antara 2003 sampai 2015. "Ini merupakan sebuah pencapaian besar," katanya.

Namun, meski mengalami kemajuan tersebut, pembelajaran siswa tetap rendah dan kesenjangan hasil belajar meningkat. Sebagian besar siswa tidak mencapai target pendidikan nasional Indonesia yang telah ditetapkan dan juga berprestasi rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Pada 2018, nilai rata-rata ujian nasional siswa di semua mata pelajaran dan untuk semua jenis sekolah untuk jenjang menengah pertama adalah 49,5 (pada skala 100), padahal nilai kelulusan adalah 55.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement