Rabu 13 Nov 2019 11:29 WIB

Perlu Partisipasi Masyarakat Tangani Kejahatan

Tim Pengabdian Masyarakat FHUI melakukan sosialisasi di Desa Bengko, Bengkulu.

Tim Pengmas FHUI melakukan sosialisasi di Desa Bengko, Bengkulu.
Foto: Dok Pengmas FHUI
Tim Pengmas FHUI melakukan sosialisasi di Desa Bengko, Bengkulu.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU --  Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas)  Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI)  mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya peran serta masyarakat dalam menangani kejahatan. Sosialisasi digelar  di Desa Bengko, Kecamatan Sindang Dataran,  Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, Sabtu (2/11). Sosialisasi ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kesadaran hukum masyarakat Desa Bengko terkait usaha preventif dalam mencegah kejahatan.

Siaran pers Tim Pengmas  FHUI yang diterima Republika.co.id, Senin (11/11) menyebutkan, kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh camat Sindang Dataran, kepala desa, kepala dusun, tokoh agama dan tokoh masyarakat Desa Bengko. 

Dalam sambutannya,  Camat Sindang Dataran, Suradi menyampaikan,  permasalahan besar yang ada di Kecamatan Sindang Dataran adalah masalah cap/stigma buruk terhadap masyarakat Sindang Dataran. “Cap/stigma buruk terhadap daerah Bengko sebagai daerah Texas atau Gaza-nya Bengkulu karena dianggap sebagai daerah yang rawan kejahatan,” ujarnya.  

Padahal, kata dia,  stigma buruk ini bisa dikatakan valid jika melihat kondisi Bengko 20 tahun lalu. Saat ini kondisi Bengko sudah jauh berbeda dibanding dulu. Angka kejahatan juga sudah berkurang. Namun, stigma tersebut masih belum dapat hilang dari masyarakat Bengko.  “Sebenarnya potensi wisata dari daerah Bengko ini sangat besar.  Perkebunan kopi dan apel yang luas, serta potensi wisata alam seperti air terjun dan pemandian air panas pun ada di Bengko,” tuturnya. 

Dr  Surastini Fitiriasih SH, MH  selaku ketua Tim Pengabdi dari FHUI menyampaikan, upaya untuk mengubah stigma buruk yang diberikan kepada masyarakat Bengko memerlukan semua pihak.  “Oleh karena itu melalui kegiatan sosialisasi ini diharapkan keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawal dan menjaga keamanan Desa Bengko dari kejahatan,” kata Surastini.

Materi sosialisasi diawali dengan penyampaian fakta empiris mengenai dinamika kejahatan yang terjadi di wilayah Kecamatan Sindang Dataran oleh Ryan Pranata, S.H, advokat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mahupala, Universitas Bengkulu.  Menurut Ryan, kondisi rawan tindak kejahatan di wilayah Desa Bengko merupakan akumulasi dari kejadian di desa-desa sekitarnya.

Ryan menambahkan bahwa sulitnya upaya pemberantasan kejahatan dikarenakan masih lemahnya tingkat pemahaman hukum baik yang dimiliki oleh masyarakat maupun aparat penegak hukum. “Selain itu Desa Bengko seolah berjuang sendiri karena proses pembangunan oleh Pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat benar-benar berada pada tingkat yang kurang optimal,” ujarnya.

Selanjutnya, dua orang mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UI, Muhammad Syirazi Neyasyah dan Denny Wijaya -- yang merupakan putra daerah asli Provinsi Bengkulu --    menyampaikan materi teknis terkait rekayasa lingkungan untuk mencegah terjadinya kejahatan (dalam hukum pidana dikenal sebagai konsep Crime Prevention Through Environmental Design). 

Denny menyampaikan bahwa menurut konsep tersebut sebenarnya masyarakat bisa membangun lingkungan sekitar yang mampu mencegah terjadinya kejahatan seperti mengurangi pintu masuk ke wilayah desa agar dapat diawasi dengan lebih intens, mendesain pola pemukiman yang mengikuti pola jalan, memperbanyak penerangan jalan di desa dan sebagainya.

Sementara Syirazi menyampaikan,  untuk dapat menerapkan konsep tersebut, tidak kalah penting adalah mempersiapkan pola pikir dan pemahaman masyarakat utamanya terhadap aturan hukum. “Selain itu, semangat kebersamaan antarwarga untuk dapat keluar dari stigma buruk sebagai daerah kriminal juga harus terus dipupuk agar penerapan konsep dapat berjalan optimal,” ujarnya.

Sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian materi terkait peran masyarakat dalam mencegah kejahatan oleh Dr  Eva Achjani Zulfa SH, MH, dosen bidang studi Hukum Pidana di Fakultas Hukum UI. Sesi terakhir berlangsung begitu cair, dengan dipandu oleh moderator Ahmad Ghozi SH, LLM yang juga merupakan dosen bidang studi Hukum Pidana FHUI.

photo
Suasana sosialisasi yang diadakan oleh Pengmas FHUI tentang pentingnya peran serta masyarakat dalam menangani kejahatan.

Tim Pengmas mendapatkan banyak fakta terkait permasalahan hukum masyarakat Desa Bengko.  Misalnya,   banyak  warga yang ditangkap akibat membawa senjata tajam ke desa;  tidak ditindaklanjutinya laporan mengenai pencurian kopi karena aparat setempat menganggap laporan dengan nilai di bawah Rp 2,5 juta rupiah tidak dapat diproses; atau masalah “main hakim sendiri” yang sering dilakukan karena minimnya tanggapan aparat terhadap laporan pelanggaran hukum yang terjadi.

Masyarakat mengikuti sosialisasi itu dengan antusias.   Menurut Farman, kepala BPD Desa Bengko, kegiatan sosialisasi hukum semacam ini adalah yang pertama kali mereka terima setelah berpuluh-puluh tahun stigma daerah sebagai “Jalur Gaza” melekat di desa tersebut. Padahal mereka juga ingin merasakan pembangunan dan pergaulan yang sama dengan yang diterima oleh daerah lainnya. 

“Dengan hadirnya Universitas Indonesia diharapkan pemerintah dan perguruan-perguruan tinggi lain khususnya dalam lingkup wilayah Provinsi Bengkulu ke depan akan ikut hadir dalam upaya pembangunan baik berbentuk moril dan materil di Desa Bengko,” tuturnya. 

Tim Pengmas  FHUI berharap, kedatangan mereka pada program tahun ini dapat dilanjutkan nantinya baik oleh tim Pengmas FHUI yang lain atau oleh pihak-pihak lain yang merasa terpanggil untuk ikut membantu mensejahterakan dan menghapuskan stigma negatif yang melekat di Desa Bengko dan sekitarnya.

Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum UI juga menghimbau seluruh elemen masyarakat setempat untuk tak pernah lelah memperjuangkan hak-hak mereka hingga keadilan dan kesejahteraan sosial, mampu dicapai nantinya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement