Selasa 05 Nov 2019 18:51 WIB

Usulan IGI ke Mendikbud Soal Bahasa Inggris Kurang Disetujui

Bahasa Inggris bisa lebih diperdalam ketika anak-anak memasuki jenjang SMP dan SMA.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat acara lepas jabatan Kemendikbud di Garaha Utama Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Foto: Thoudy Badai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat acara lepas jabatan Kemendikbud di Garaha Utama Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (23/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan penghapusan pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMA. Mereka berpendapat itu seharusnya sudah dituntaskan di jenjang SD.

Namun, usulan IGI itu kurang disetujui guru-guru di daerah. Kepala Sekolah SMAN 6 Yogyakarta, Munjid Nur Alamsyah, misal, merasa sebaiknya mata pelajaran Bahasa Inggris tidak dihapuskan begitu saja.

Ia berpendapat, justru mata pelajaran Bahasa Inggris itu bisa lebih diperdalam ketika anak-anak memasuki jenjang SMP dan SMA. Artinya, jika dituntaskan di SD, tidak harus di SMP atau SMA lalu dihapuskan.

"Seandainya Bahasa Inggris sudah dituntaskan di SD, maka di SMP dan SMA untuk pendalaman, penguatan dan pengayaan, mengingat Bahasa Inggris bersifat dinamik," kata Munjid kepada Republika, Selasa (5/11).

IGI turut mengusulkan ke Mendikbud agar pendidikan karakter dijadikan salah satu mata pelajaran utama di SD. Munjid menilai, sebaiknya realistis saja tentang siapa-siapa yang mengajar pendidikan karakter.

Terlebih, lanjut Munjid, hingga saat ini saja belum ada perguruan tinggi yang membuka prodi pendidikan karakter. Karenanya, ia melihat, sebaiknya disiapkan dulu guru-gurunya sebelum mewajidkan mapelnya. "Siapkan gurunya dulu, jadikan pembelajaran yang baik oleh guru yang profesional," ujar Munjid.

Ia menekankan, sebaiknya tidak mengulang Pendidikan Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) yang sudah menjadi Kurikulum 2013 dan ada di SMA. Apalagi, sudah diajar banyak guru-guru mata pelajaran.

Bahkan, tidak sekadar guru-guru mapel, mereka telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan (diklat) tiga bulan. Munjid melihat, kondisi itu membuat guru mengajar kurang menarik karena bukan ahlinya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement