Selasa 05 Nov 2019 15:42 WIB

Saatnya yang Muda Membangun Bangsa

Saatnya pemuda berperan dan bersikap kritis demi membangun bangsa

Rekor Muri Peringati Sumpah Pemuda. Penari dari pelajar dan pegawai instansi menari Soreng bersama di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/10/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Rekor Muri Peringati Sumpah Pemuda. Penari dari pelajar dan pegawai instansi menari Soreng bersama di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/10/2019).

Sejarah telah mencatat bahwa kehadiran pemuda dalam perjalanan bangsa ini begitu heroik. Pemuda sebagai inisiator perubahan dan sebagai katalisator pembangunan sekiranya sudah menjadi marwah dan ghiroh pemuda terhadap laju perubahan menuju Indonesia yang unggul. Melalui ide-ide dan gagasan yang solutif serta produktif menjadikan pemuda memiliki bergaining tersendiri di tengah-tengah masyarakat.

Hari sumpah pemuda sudah menjadi refleksi diri terkhusus untuk para pemuda. Karena, dalam sumpah pemuda itu merepresentasikan sejatinya peran pemuda tidak bisa dipisahkan terhadap perubahan bangsa. Pasalnya, pemuda memiliki identitas yang sifatnya idealis.

Baca Juga

Walaupun gerakan pemuda cenderung masih bersifat seremonial dan aksi pun masih minim, setidaknya pemuda-pemudi masih memikirkan negeri ini yang sedang dihadapkan dengan masalah pelik kehidupan.

Mengingat oktober merupakan bulan pemuda, anak muda membuktikan peran besarnya 1928 silam sekumpulan anak muda bersumpah atas tanah air, bangsa, dan bahasa yang mampu mempersatukan pemuda dari berbagai daerah. Menyebutkan sebauh ikrar yang meningkatkan semangat juang pemuda untuk melawan dan menghadapi para penjajah negeri. Inilah salah satu “bibit” lahirnya bangsa Indonesia.

Hingga kini, tak ada yang meragukan peran pemuda dalam kemerdekaan Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, perkembangan masa dan sarana, pemuda tak lagi mengambil peran itu. Tetapi entah kenapa ketika pemuda dihadapkan dengan demokrasi, seperti bulan lalu pemuda dihadapkan oleh Revisi UU KPK pemuda ikut turun kejalan untuk memperjuangkan keadilan bersama rakyat.

Adapun sejarah Sumpah Pemuda itu bisa kita menganalisis dan mengingat kembali perjuangan. Peristiwa Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari pemuda-pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia.

Sejarah Sumpah Pemuda dibacakan pada tangggal 28 oktober 1928 hasil rumusan dari rapat Pemuda-pemudi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya menjadi momentum diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda II berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indoneisa. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.

Rapat pertama, Sabtu 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Benteng). Rapat kedua, Minggu 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bloscoop, membahas masalah pendidikan.

Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Makna yang tertuang dalam sumpah pemuda terasa sangat mendalam karena berisikan cita-cita pemuda dan pemudi saat itu untuk mempersatukan seluruh rakyat dalam bangsa yang satu yaitu bahasa Indonesia.

Kita bisa bayangkan pada kondisi pemuda dan pemudi pada era Sumpah Pemuda saat itu. Tepatnya pada tahun 1928, kehidupan pemuda dan pemudi tidak makmur seperti sekarang ini. Mereka harus bersusah payah bekerja dan bersekolah untuk memenuhi kebutuhannya, karena pandangan pemuda dan pemudi saat mempunyai daya juang yang sangat tinggi untuk memperoleh sesuatu.

Jika kita bandingkan dengan mental pemuda saat ini, rasanya sudah tidak sepadan, dampak globalisasi yang sudah mencapai di berbagai aspek membuat beberapa pemuda menjadi kurang mempunyai rasa semangat untuk berjuang. Kecenderungan untuk menyerah dan mengambil jalan pintas masih sangat mudah ditemui di beberapa kalangan pemuda.

Sudah seharusnya pemuda saat ini mengambil perannya, yakni berpikir dan bersikap kritis, pembaharu moralitas, dan penyebar kebaikan karena jika diwujudkan peradaban bangsa akan jauh lebih baik. Peran pemuda saat ini bukan lagi hanya bertanya. Melainkan menyumbangkan pikiran dan gagasan untuk kemajuan bangsa.

Bercermin dari pemuda-pemudi hebat yang tak hanya berikrar namun langsung memberikan aksi. Seperti Imam Syafi’i usia 15 tahun telah menjadi mufti, Umar bin Abdul Aziz usia 22 tahun telah menjadi gubernur Madinah, dan begitu juga Muhammad Alfatih berhasil menaklukan benteng konstantinopel saat berusia 24 tahun.

Pemuda juga akan lebih semangat untuk tahun selanjutnya apabila untuk tahun ini pemuda di hadirkan contoh milenial pejabat ataupun wakil menteri yang berusia muda di kabinet jokowi. Untuk menjadi momok gerakan pemuda pemudi indonesia atau gerakan yang membangun bangsa.

Pengirim: Agsta Aris Afifudin, Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Peradaban Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement