Kamis 31 Oct 2019 20:36 WIB

Prostitusi Daring Ancaman Nyata bagi Negeri

Penggunaan teknologi yang kebablasan melahirkan prostitusi daring

Polwan memperlihatkan tersangka mucikari prostitusi daring berinisial NI (34) berikut sejumlah barang bukti saat gelar kasus di Mapolres Kediri, Jawa Timur, Rabu (15/5/2019).
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Polwan memperlihatkan tersangka mucikari prostitusi daring berinisial NI (34) berikut sejumlah barang bukti saat gelar kasus di Mapolres Kediri, Jawa Timur, Rabu (15/5/2019).

Kemajuan teknologi akan berdampak buruk bagi sebuah peradaban jika sekularisme menjadi asas pemikiran umat. Era milenial seharusnya menjadi masa penuh inovasi baru bagi perkembangan ilmu. Sebab melalui akses internet, masyarakat semakin mudah dan cepat memperoleh atau menyebarkan informasi baru.

Hanya saja, tidak demikian yang terjadi pada remaja usia belia ini, dilansir dari Republika.co.id, Polres Tasikmalaya Kota menangkap delapan orang muda-mudi di sebuah hotel di Kota Tasikmalaya, Rabu (30/10). Para muda-mudi itu diduga terlibat dalam bisnis prostitusi daring.

Baca Juga

Polisi menemukan lima perempuan dan tiga laki-laki beserta alat kontrasepsi dalam satu kamar. Sementara, muda-mudi tersebut akan dikenakan Pasal 2 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. "Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," kata polisi.

Bukan hanya di Tasikmalaya, di beberapa kota lainnya hal serupa masih kerap kali terjadi. Seperti beberapa waktu sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan mengungkapkan terjadi kasus prostitusi yang menyeret finalis Putri Pariwisata tahun 2016.

Bahkan yang mengejutkan adalah di salah satu twitter, drone emprit menangkap aktivitas percakapan seputar seks bebas masih di angka yang tinggi. Percakapan pornografi sejak 1 Oktober 2017 hingga 30 November 2018 menunjukkan 10 ribu percakapan, hingga 45 ribu setiap harinya.

Sungguh sebuah temuan yang memprihatinkan. Prostitusi daring pun menjadi ancaman yang amat nyata bagi negeri ini. Hal itu bermula dari penggunaan teknologi dan prinsip kebebasan yang kebablasan.

Pantas saja negeri ini bersiap terjun bebas menuju kehancuran. Sebab kebebasan masih menjadi prinsip yang diberlakukan dalam urusan umat. Tanpa peran agama, maka manusia bertindak sebagai tuhan, mengatur hidupnya sendiri sesuka hati.

Begitu pula halnya ketika pengurusan umat tidak menggunakan Islam. Rakyat pun tidak menggunakan akidahnya yang sahih sebagai asas bertingkah laku. Maka dipastikan negeri tersebut akan gulung tikar, sebab menghasilkan kemungkaran setiap waktu.

Islam adalah sebaik-baik mekanisme kontrol. Panduan bertingkah laku, baik dan buruknya karena Allah rida atau murka. Aturan Allah dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin ketika mengatur sebuah negara.

Kembali pada Islam akan mengembalikan kemuliaan umat. Waktu tidak terbuang untuk aktivitas sia-sia tanpa nilai ibadah. Teknologi dan keilmuan pun akan bermanfaat di tangan manusia beriman, sebab menghasilkan kemajuan berpikir.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement