Selasa 29 Oct 2019 17:30 WIB

Praktik Klenik dalam Memilih Pemimpin

Praktik klenik dan perdukunan dianggap biasa saat proses memilih pemimpin

Ilustrasi Pemilihan Kepala Desa
Foto: Republika
Ilustrasi Pemilihan Kepala Desa

Tradisi yang diklaim telah berlangsung ratusan tahun, rupanya masih dipertahankan masyarakat Cirebon. Sehari menjelang Pemilihan Kuwu atau Kepala Desa, yaitu Sabtu 27 Oktober lalu panggung dipenuhi para dukun menjalankan prosesi ukup-ukup. Menjaga api tetap besar setelah calon kuwu meletakkan kursinya.

Tokoh masyarakat daerah meminta agar hal tersebut tidak menjadi polemik. Demi menjaga persatuan bangsa, maka pihak yang tidak setuju diminta untuk diam dan tidak melakukan perdebatan. Bahkan sebelum dilakukan hal tersebut, mereka sholawatan dan pengajian terlebih dahulu.

Pilwu serentak Kabupaten Cirebon, di 176 desa tersebar di 40 kecamatan. Pada Ahad, situasi berjalan normal. Ribuan warga antusias datang ke tempat pemilihan. Jajaran kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga turut berpartisipasi, termasuk satuan keamanan sipil (hansip) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), baik di tingkat kabupaten, kecamatan maupun desa.

Hanya saja aroma kemenyan merebak, tidak hanya di panggung jelang pemilihan, di beberapa rumah calon kuwu pun terdapat hal yang demikian. Mereka menganggap hal biasa, menggunakan jasa paranormal untuk memenangkan suara. Maka terjadilah perang kemenyan. 

Sayangnya hal ini masih dianggap wajar. Dengan alasan selama tidak mengganggu keberlangsungan acara, maka diperbolehkan adanya praktik perdukunan. Ironi negeri dengan mayoritas muslim. Masih terdapat aktivitas kesyirikan di dalamnya.

Apalagi Cirebon yang dikenal sebagai Kota Wali, akan tetapi nilai-nilai Islam nyaris tergerus adat istiadat dan budaya setempat. 

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi SAW bersabda:“Sesungguhnya kalian akan berambisi akan jabatan kepempimpinan. Padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR. Bukhari)

Hal ini pernah disampaikan Rasulullah, bahwa akan terjadi fitnah di akhir zaman. Yaitu ketika kepemimpinan menjadi ajang rebutan. Berharap posisi tinggi, lupa bahwa sesungguhnya ada amanah yang sangat besar terdapat dalam pengurusan umat.

Oleh karena itu perlu memberi kesadaran kepada umat bahwasanya tugas kepemimpinan bukanlah sebuah prestise belaka. Akan tetapi berkaitan dengan tanggung jawab manusia kepada Allah. Pemimpin yang baik akan mengelola urusan umat dengan sebaik-baik pengurusan berdasarkan iman.

Pengirim: Lulu Nugroho,  Muslimah Penulis dari Cirebon.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement