Kamis 24 Oct 2019 17:40 WIB

Perguruan Tinggi Harus Pikirkan Pembangunan Pusat Karir

Dalam menyusun kurikulum perguruan tinggi harus sudah memikirkan kemampuan mahasiswa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Seminar Nasional Pengembangan Layanan Pusat Karir di Digital Library Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Foto: Dokumen.
Seminar Nasional Pengembangan Layanan Pusat Karir di Digital Library Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Motivasi pragmatis dalam pengembangan pusat karir dan pusat karir sebagai sarana pemeringkatan harus diperhatikan. Pemeringkatan jadi usaha agar perguruan tinggi peduli dalam membangun pusat karir.

Direktur Kemahasiswaan Ditjen Belmawa Kementerian Ristek-Dikti, Didin Wahidin mengatakan, semua itu bermuara kepada kepeduliaan mahasiswa. Sebab, untuk berkembang Indonesia butuh SDA dan SDM yang unggul.

Selain itu, ia mengingatkan, Indonesia menghadapi tantangan lain berupa revolusi industri 4.0. Karenanya, Didin menilai, akan ada perubahan dari yang akan dituju agar mahasiswa tidak jadi penganggur.

"Pusat karir merupakan jembatan antara perguruan tinggi dengan dunia kerja, jembatan itu yang diharapkan akan memberi kegiatan nyata dalam upaya membina mahasiswa jadi orang-orang berdaya," kata Didin, Rabu (23/10).

Hal itu disampaikan Didin saat mengisi Seminar Nasional Pengembangan Layanan Pusat Karir di Digital Library Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Ia merasa, nantinya pusat karir akan memberi warna tersendiri.

Tidak cuma bagi alumni perguruan tinggi, tapi akan terasa sejak masuk kuliah hingga lulus kuliah. Pusat karir dapat pula menciptakan alumni alumni yang berdaya, salah satunya dengan mengadakan Job Fair.

Didin turut menekankan pentingnya mahasiswa menguasai soft skills, tidak terbatas di hard skills. Sebab, dunia kerja hari ini banyak memberi bobot kepada kepada soft skills.

Senada, Rektor UNY, Sutrisna Wibawa melihat, dalam menyusun kurikulum perguruan tinggi harus sudah memikirkan kemampuan mahasiswa. Terutama kompetensi apa saja setelah menempuh empat tahun perkuliahan.

"Namun. kita juga masih gamang karena apa yang kita siapkan sekarang, empat tahun kemudian bisa berubah," ujar Sutrisna.

Untuk itu, perubahan yang cepat dan sulit diduga perlu diantisipasi bidang karir perguruan tinggi. Sebab, pengembangan karir tidak cuma sistem, tapi profesi yang dilandasi perkembangan teknologi.

Ia berharap, dari tracer study ada nilai-nilai akademik yang bisa dikembangkan. Sehingga, kurikulum bisa dinamis, bahkan bisa berubah walau di tengah-tengah semester.

"Tracer study diharapkan dapat terintegrasi dengan akreditasi baik program studi maupun institusi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement