Rabu 23 Oct 2019 15:44 WIB

Kasus Beasiswa Bodong dan Pentingnya Pendidikan Berkualitas

Pendidikan berkualitas akan mendorong anak memilih belajar di dalam negeri

Pendidikan nasional (ilustrasi)
Pendidikan nasional (ilustrasi)

Setelah sebelumnya modus 'Pengantin Pesanan' menimpa 29 perempuan dari provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Dengan iming-iming uang sebesar Rp 20 juta (1.400 dolar Amerika Serikat) kepada tiap korbannya, menyetujui perjalanan ke Cina dan menikahi lelaki asal negara itu.

Kini kasus yang hampir mirip menimpa para siswa. Ada modus operandi baru, yaitu menjanjikan beasiswa kuliah di luar negeri. Kasus eksploitasi pelajar WNI di Taiwan sempat mengemuka setelah pengungkapan hasil investigasi salah satu anggota parlemen Taiwan dari Partai Kuomintang (KMT), Ko Chih-en.

Dikutip dari Cnnindonesia.com, "Sekitar 40 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban. Mereka berasal dari wilayah Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Agus Nugroho, di Jakarta, Rabu (9/10).

Menurut laporan China Times seperti dikutip surat kabar Taiwan News, Rabu (2/1), 300 mahasiswa WNI menempuh kelas internasional khusus di bawah Departemen Manajemen Informasi sejak pertengahan Oktober 2018.

Kasus ini menurut penulis membuka mata setiap pihak, bahwa sepatutnya pendidikan di dalam negeri haruslah berkualitas. Selain itu juga terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga anak-anak bangsa tidak akan tertarik belajar gratis di luar negeri.

Pemerintah pun perlu memberi perlindungan kepada warganya, baik itu di dalam maupun di luar negeri. Sebab dengan akses pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, maka anak-anak bangsa tidak akan tertarik belajar gratis di luar negeri. 

Penjagaan akidah mutlak diperlukan. Karena akidah menjadi dasar beraktivitas. Kekuatan akidah membuat penguasa takut melalaikan tugas sebagai pengurus umat. Sejalan dengan itu, para pelajar pun akan menolak belajar di negara lain. Sebab rawan, masuknya pendangkalan akidah melalui kurikulum atau metode belajar mengajar.

Negara beserta aparat keamanan seharusnya menindak tegas pelaku pelanggaran. Memutus rantai perdagangan manusia demi kewibawaan negara. Jika tidak, maka selamanya negeri ini akan menjadi pecundang. Menjadi obyek bulan-bulanan negara-negara penjajah. Tidak hanya terhadap sumber kekayaan alamnya, tapi juga manusianya.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement