Selasa 22 Oct 2019 18:58 WIB

Cinta dan Benci karena Allah

aktivitas yang didasari akan cinta kepada Allah terasa mudah walau dibenci orang lain

Ustaz Abdul Somad di masjid ulil albab kampus UII Yogyakarta, Sabtu (12/10)
Foto: dok. ist
Ustaz Abdul Somad di masjid ulil albab kampus UII Yogyakarta, Sabtu (12/10)

Ustadz Abdul Somad direncanakan bertandang ke Eropa untuk memenuhi undangan memberi ceramah pada WNI di sana. Sayangnya, rencana tersebut gagal digelar lantaran ada segelintir orang yang menolak kedatangan UAS ke Eropa dengan alasan ustadz intoleran dan radikal. 

Sosok ustadz Abdul Somad yang berpenampilan sederhana dengan tubuh kecilnya ternyata menakutkan bagi mereka yang tak suka dengan syi'ar yang dibawakan UAS. Tuduhan intoleran dilemparkan karena ustadz berani menggunakan kata kafir kepada selain muslim. Radikal karena tega mengkritik penguasa, pengusaha dan public figur yang melanggar syari'at. 

Padahal, ustadz hanya menyampaikan apa yang termaktub dalam kitab Al qur'an, dan dalam hadist Rasul. Jika saja mereka yang menolak UAS mau mencari tahu arti kata kafir. Mungkin tak sampai hati mereka sebut UAS dengan ustadz intoleran juga radikal. Kafir itu artinya tertutup. Tertutup dari hidayah Allah. Sedangkan kata sandingan kafir yang ditawarkan yaitu non muslim artinya justru lebih ekstrim. Non artinya tidak, muslim artinya selamat. Jadi non muslim artinya tidak selamat. 

Benarlah kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak Cinta. Walau banyak WNI muslim yang akhirnya kecewa dan sedih karena tak bisa menghirup langsung ilmu islam dari UAS di negeri orang. Biarlah jadi pelajaran. Bahwa sebaik apapun manusia pasti ada yang membenci. Dan seburuk apapun manusia pasti ada yang mencintanya. Karena perbedaan standar Cinta dan benci. 

Sementara bagi muslim. Asas Cinta dan benci haruslah karena Allah. Kita mencintai seseorang, benda, juga aktifitas haruslah karena Allah. Bukan karena asas manfaat semata. Karena yang dilakukan bukan karena Allah hanya akan bersifat sementara. Maksimal sebatas umur di dunia. Sementara yang dilakukan atas dasar karena Allah akan abadi. Sampai ke akhirat nanti. 

Berteman dengan asas manfaat hanya akan bertahan sampai manfaat itu hilang. Berteman dengan asas lillah, akan terus berlanjut bahkan kala penghisaban nanti. Saling mencari kala tak melihat sahabatnya di dalam surga nanti. 

Umar bin khattab sebelum berislam sangat membenci Nabi Muhammad saw. Bahkan ingin membunuh beliau saw. Namun semua berbalik 180 derajat kala Umar sudah berislam. Sangat besar cintanya pada Rasul. Bahkan ia termasuk orang yang paling dekat dengan Rasulullah. 

Umar rela melakukan sesuatu yang tidak ia sukai karena melihat Rasul melakukannya. Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khottob) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu” (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).

Inilah kekuatan Cinta dan benci. Aktivitas yang dilakukan atas dasar Cinta akan ringan dijalankan walau berat dalam pandangan pribadi dan orang lain. Buktinya banyak sahabat Rasul yang semangat berjihad dan menjadi syahid. Walau dalam pandangan kafir itu adalah aktifitas yang berat dan berat pula resikonya, kehilangan nyawa. 

Begitu pun dengan ustadz Abdul Somad. Beliau Cinta pada agama Allah. Maka ringanlah lisannya menyampaikan yang haq, yang termaktub dalam al quran dan sunnah. Rela menapaki jalanan yang sukar demi menyampaikan dakwah islam. Tak masalah kehilangan jabatan sebagai ASN selama kebenaran masih ia sampaikan. Masyaallah. Semoga Allah merahmatimu wahai ustadz. 

PR besar bagi yang sudah paham, untuk menerangi pemikiran dan pemahaman muslim lainnya untuk mencintai dan membenci karena Allah. Itulah yang dicontohkan oleh Rasul. Itu pula yang dicontohkan oleh pada pewaris nabi kita, para ulama. Ingatkanlah dengan penuh Cinta, penuh kasih dan sayang. Semoga Allah membuka pintu hati mereka. Sehingga hijrahlah mereka menjadi para pejuang agama Allah. Sebagaimana hijrahnya Umar bin Khattab. 

Wallahu'alam bish shawab. 

Pengirim: Fatimah Azzahra, S. Pd

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement