Kamis 17 Oct 2019 09:34 WIB

MPR Yakinkan Presiden Soal Amendemen UUD

Amendemen diklaim tak menjadikan presiden mandataris MPR.

Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kelima kanan) dan wakil pimpinan MPR di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kelima kanan) dan wakil pimpinan MPR di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MPR menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (16/10) pagi. Dalam pertemuan kedua pihak, MPR mengaku ingin meyakinkan kepada Presiden perihal amendemen UUD 1945 tidak memuat materi atau agenda politik.

Seusai pertemuan tersebut, Presiden meminta rencana amendemen perlu dikaji mendalam. Jokowi meminta rencana amendemen yang akan dilakukan MPR menampung usulan dari berbagai tokoh masyarakat. "Yang paling penting perlu kajian-kajian mendalam, perlu menampung usulan-usulan dari semua tokoh, akademisi, masyarakat, yang penting usulan-usulan harus ditampung, masukan ditampung sehingga bisa dirumuskan," tutur Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (16/10).

Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengakui, pihaknya ingin meyakinkan kepada Presiden dalam amendemen yang tidak akan menjadikan presiden sebagai mandataris MPR kembali. Mantan ketua DPR ini juga mengklaim rencana amendemen tidak berupaya memberlakukan kembali pemilihan presiden oleh MPR. "Dan, tidak ada pertanggungjawaban presiden ke MPR. Cukup Megawati Soekarnoputri yang jadi mandataris MPR terakhir pada 2002," tutur sosok yang akrab disapa Bamsoet ini.

Bamsoet juga menegaskan, tidak ada pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden. Masa jabatan presiden tetap lima tahun dan maksimum dua periode. MPR mengklaim, Jokowi menyambut baik penjelasan MPR. Ia mengatakan, MPR akan tetap menerima aspirasi publik yang berkembang di masyarakat. Kemudian, aspirasi itu dikaji oleh MPR melalui badan pengkajian yang dibentuk.

"Jadi, saya rasa itu yang kami sampaikan kepada Presiden dan apa pun ujungnya nanti kamu pasti akan berkonsultasi kepada Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Karena, beliau juga salah satu stakeholder bangsa ini yang harus didengar suaranya terkait amendemen," ujar Bamsoet.

Badan Pengkajian MPR dipimpin oleh PDI Perjuangan. Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDIP Ahmad Basarah menjelaskan, Badan pengkajian yang dibentuk MPR akan mendengar dulu berbagai aspirasi pendapat usulan dari berbagai masyarakat, baik dari kalangan parpol, akademisi, hingga tokoh masyarakat terkait wacana amendemen. Saat ini, MPR masih mengkaji lebih dalam terkait amendemen terbatas.

Termasuk apakah nantinya visi-misi presiden akan tetap ada jika GBHN dihidupkan kembali. "Mengenai bagaimana format haluan negara, bentuk hukum, spektrum yang diatur dalam haluan negara tersebut, masih kita kaji dalami lebih jauh lagi," kata Basarah.

Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad mengklaim, Jokowi memberikan respons positif terkait penerapan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Menurut Fadel, Jokowi memberikan respons positif karena dengan adanya haluan negara, pembangunan dapat terus berlanjut dari satu presiden ke presiden berikutnya.

"(Jokowi) Senang, jadi ada kelanjutan pembangunanlah," kata Fadel. Ia menambahkan, pemilihan presiden akan tetap berada di tangan rakyat. "Kita sudah katakan tidak ada. Tetap pemilihan langsung oleh rakyat, tidak diubah," ujar senator asal Gorontalo tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement