Rabu 16 Oct 2019 19:36 WIB

Sekolah Gratis Yatim Piatu Ini Jadi Pembicara UNESCO APEID

Permasalahan yang diangkat konferensi ini membahas bagaimana pendidikan kewirausahaan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) didaulat menjadi pembicara pada gelaran 8 th UNESCO APEID Conference on Entrepreneurship Education yang tahun ini diselenggarakan pada 9 hingga 11 Oktober lalu di Hangzhou, China.
Foto: Foto: Istimewa
Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) didaulat menjadi pembicara pada gelaran 8 th UNESCO APEID Conference on Entrepreneurship Education yang tahun ini diselenggarakan pada 9 hingga 11 Oktober lalu di Hangzhou, China.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Keteladanan dan kepeloporan Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) kembali diapresiasi masyarakat dunia. Kali ini Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) didaulat menjadi pembicara pada gelaran 8 th UNESCO APEID Conference on Entrepreneurship Education yang tahun ini diselenggarakan pada 9 hingga 11 Oktober lalu di Hangzhou, China. 

Menurut Inisiator Sekaligus Pendiri Sekolah SPI, Julianto Eka Putra, bukan tanpa alasan Sekolah SPI menjadi wakil Indonesia dalam ajang berbagi wawasan tentang pendidikan kewirausahaan tersebut. Karena, sekolah gratis khusus yatim piatu yang berlokasi di Batu, Malang yang dikelolanya, memang telah dikenal mampu mentransformasi siswa-siswi dari kalangan tidak mampu menjadi entrepreneur handal dengan kurikulumnya yang unik dan inovatif.

“Ini merupakan tindak lanjut diundangnya SPI pada Mei 2017 lalu ke Kuala Lumpur dalam acara TVET 3 rd High Officials Meeting on SouthEast Asia Technical And Vocational Education and Training," ujar Julianto Eko dalam siaran persnya, Rabu (16/10)

Menurut Julianto, jalan menuju pengakuan UNESCO ini telah dirintis sejak beberapa tahun lalu dan kini berbuah hal yang menyenangkan bagi Sekolah SPI. Sejak itu, pihaknya menjalin komunikasi intensif dengan UNESCO di Bangkok. 

"Jadi mereka mengundang kami untuk memaparkan best practice yang kami lakukan dalam membangun entrepreneur education di Indonesia," katanya. 

Tentunya, kata dia, ini kesempatan yang sangat baik untuk bisa belajar dan bertukar pikiran bagaimana bisa tumbuh menjadi lebih baik lagi. Konferensi pendidikan kewirausahaan ini, kata dia, merupakan agenda tahunan organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan PBB yang diberi nama Asian Programme of Educational Innovation for Development (APEID) berada di bawah naungan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). 

Permasalahan yang diangkat konferensi ini, kata dia, khusus membahas bagaimana pendidikan kewirausahaan dapat membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan bakat yang sesuai dalam persiapan untuk menghadapi tantangan dunia di masa depan. Di tahun kedelapan, kata dia, penyelenggaraannya, acara yang diikuti 80 peserta yang datang dari seluruh dunia ini mengangkat tema “Entrepreneurship Education for the 4 th Industrial Revolution”. 

Beberapa hal yang menjadi poin pokok acara tersebut, kata dia, yakni identifikasi dampak potensial dari Revolusi Industri ke-4 terhadap pendidikan, diskusi mengenai respons pendidikan kewirausahaan untuk memenuhi tuntutan Revolusi Industri ke-4, berbagi wawasan mengenai praktik-praktik pendidikan kewirausahaan yang tepat dalam mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi Revolusi Industri ke-4. Serta, untuk menjalin kemitraan dan kolaborasi di antara anggota EE-Net dalam memenuhi tantangan tersebut. 

Delegasi Sekolah SPI di ajang ini, kata dia, diwakili oleh Dr Tech Sendy Fransiscus Tantono, ST MT M. Eng. (Ketua Yayasan SPI), Risna Amalia Ulfa, S Si M.M. (Kepala Sekolah SPI) dan dua orang siswa SMA, Kholifatul Mubasyiroh dan Ridwan Dinar Maleo. “Merupakan suatu kehormatan bagi SPI bisa berpartisipasi dalam forum internasional semacam ini," katanya.

Julianto berharap, apa yang kami sampaikan di acara UNESCO ini bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat dunia, begitu pula bagi sekolahnya. "Harapannya tentu ada yang bisa dibawa pulang untuk diterapkan di SPI, terutama karena kami juga baru meresmikan sekolah tinggi bisnis di SPI,” katanya.

Menurut Kepala Sekolah SPI, Risna Amalia Ulfa, sekolah SPI merupakan sekolah berasrama (Boarding School) khusus kaum dhuafa yang merekrut siswanya dari seluruh Indonesia, dengan latar yang beraneka ragam, baik agama, maupun sukunya. Hal ini menjadikan Sekolah SPI unik, kompleks dan berbasis Bhineka Tunggal Ika. 

Seluruh biaya hidup dan pendidikan di Sekolah SPI ditanggung Yayasan dan dilaksanakan oleh sekolah. Sekolah SPI merupakan satu-satunya SMA & Sekolah Tinggi yang menerapkan kurikulum entrepreneurship lengkap dengan laboratorium life-skill yang diberi nama Transformer Center, berlokasi di kota Batu, Jawa Timur.

Transformer Center terdiri dari puluhan unit usaha sebagai sarana belajar langsung bagi siswa-siswi untuk menerapkan teori-teori yang didapatkan di kelas. Sehingga peserta didik dapat mengalami dengan nyata dan membangun kebiasaan (habit) dan keahlian (skill) dalam mengelola berbagai jenis usaha. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement