Rabu 16 Oct 2019 10:03 WIB

Kacamata Guru Kohar

Guru Kohar hanya tersenyum ketika ditannya mengapa tak mengganti kacamatanya.

Kacamata Guru Kohar
Foto:

Hari ini ada jam pelajaran sejarah. Semester terakhir di SMA membuat pelajaran difokuskan pada materi yang terdapat dalam ujian nasional. Kami banyak dijejali soal. Kalau membahas soal UN, biasanya yang masuk Pak Supri, guru sejarah yang lebih muda dari Pak Kohar. Padahal aku sangat rindu cerita-cerita Guru Kohar tentang sejarah tiap daerah di Indonesia.

Biasanya Guru Kohar kerap menyisipkan cerita mitos yang terdapat pada tiap tempat. Kadang juga ada bubuhan misteri di dalamnya. Anak-anak jadi penasaran. Kami sadari pengetahuan Guru Kohar benar-benar luas.

Jam peralihan pelajaran berbunyi. Ada yang mengetuk pintu. Muncullah sosok Guru Kohar. Anak-anak pun girang sebab tak mengerjakan soal. Namun tak biasa, raut Guru Kohar tampak sayu. Seperti ada air yang tertahan dalam kantung matanya.

Guru Kohar mengucap salam. Kami menimpalinya. Ia lantas duduk. Kawan-kawanku juga mulai merasa ada yang berbeda dalam diri Pak Kohar.

“Anak-anak, kalian tahu bahwa setiap waktu tak berulang,” katanya lirih.

“Sebentar lagi kalian lulus, mulai menyusun hidup atas kehendak kalian sendiri,” anak-anak hening.

“Pertemuan kali ini, Bapak minta kalian menuliskan momen tak terlupakan di sekolah ini, Bapak izin ada urusan dinas dulu, nanti akan Bapak baca hasil karya kalian,” suaranya patah-patah. Guru Kohar lantas pamit. Anak-anak bertanya-tanya.

Jarang sekali Pak Kohar izin dinas.

***

Pulang sekolah, aku berpapasan dengan Guru Kohar. Kusalami ia. Wajahnya mulai segar lagi.

“Sudah selesai acara dinasnya, Pak? Tulisan anak-anak sudah saya simpan di meja Bapak,”

“O, sudah, Dil. Lancar. Alhamdulillah. Baik-baik kamu belajarnya ya, Dil,” balas Guru Kohar.

“Terima kasih, Pak. Rumah Pak Kohar di mana, ya?”

“Rumah saya di Gang Kalpataru, Dil.” Sebenarnya aku sudah tahu rumah Guru Kohar dari guru-guru yang lain. Tapi, aku ingin memastikan apakah ia ingin menyembunyikan kehidupannya atau tidak.

“Ya sudah, Dil. Bapak pulang dulu, ya.”

Aku pun menyalami lagi Guru Kohar. Selang kemudian ia meluncur dengan Astrea Grand-nya.

Tiba-tiba terbesit dalam pikiranku untuk tahu lebih dalam kehidupan Guru Kohar. Waktu belum terlampau sore. Lagi pula esok aku masih melakukan kegiatan yang sama: mengisi soal latihan UN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement