Jumat 11 Oct 2019 12:11 WIB

Kegusaran Rakyat Mendengar Kata Kenaikan dan Sanksi

Rakyat gusar mendengar kenaikan iuran BPJS dan sanksi bagi penunggaknya

Ilustrasi Kenaikan Iuran BPJS
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Kenaikan Iuran BPJS

Rencana kenaikan iuran BPJS yang mulai diterapkan Januari 2020 menimbulkan kegusaran di hati rakyat. Manakala ancaman bagi para penunggak iuran akan dikenakan sanksi tidak dapat mengurus SIM dan surat penting lainnya.

Seperti dikutip dari beritagar.id, sanksi layanan publik tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Dalam pasal 9 ayat 2 regulasi itu diatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.

Ancaman tersebut seakan menjerat rakyat dengan paksa untuk melakukan pembayaran. Padahal, banyaknya penunggak iuran BPJS dapat menjadi indikasi rendahnya pendapatan perkapita masyarakat Indonesia.

Sudah bukan menjadi rahasia umum banyaknya rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Rata-rata penghasilan hanya cukup untuk sekedar makan.

Jika rencana kenaikan ini dilatarbelakangi alasan agar masyarakat menjaga kesehatan seperti yang disampaikan ketua DPR RI Puan Maharani, maka negara seolah menutup mata bahwa banyaknya rakyat yang sakit akibat rendahnya asupan gizi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Karena bagi rakyat saat ini yang penting adalah bisa sekedar makan, bahkan sampai ada rakyat yang makan nasi aking.

Lalu, jika untuk makan saja banyak rakyat yang kesulitan. Bagaimana relasinya antara kenaikan iuran dengan penjagaan kesehatan. Pada kenyataannya rakyat akan makin terhimpit oleh beban keuangan. Jika dengan iuran yang lama saja, banyak rakyat yang tak mampu. Iuran baru yang naik hingga dua kali lipat jelas akan makin sulit terbayar.

Menurut usulan tersebut, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan bagi kelas Mandiri I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per peserta per bulan. Lalu, kelas Mandiri II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp 110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, tarif iuran kelas Mandiri III naik Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per peserta per bulan. Rencananya, usulan tersebut akan diterapkan mulai 1 Januari 2020 mendatang. 

Setelah kenaikan iuran, BPJS juga akan menonaktifkan warga miskin. Maka semakin jelas BPJS bukan ada untuk rakyat. 

Hal ini amat bertolak belakang dengan sistem dalam Islam. Dimana negara menjamin kesehatan secara gratis bagi seluruh rakyat nya. Karena kesehatan merupakan hak bagi setiap warga yang harus dipenuhi oleh negara. Sehingga rakyat tak menjadi sumber penghasilan bagi negara seperti yang terjadi saat ini. Negara semestinya mengambil kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan yang mempersulit rakyat.

Pengirim: Silvia Anggraeni, S.Pd, Lampung

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement