Surat Thamrin
Pada 17 Mei 1940, Thamrin mengirim surat kepada Tabrani. Di tanggal yang sama, Ki Hajar Dewantoro juga menulis surat kepada gubernur Belanda di Yogyakarta."Rahwana Jerman dengan brutal memperkosa Holland yang tidak berdosa," tulis Ki Hajar Dewantoro di suratnya.
Di surat itu pula, Ki Hajar Dewantoro menawarkan kerja sama bagi kepentingan Indonesia-Belanda. Poin-poin tawaran kerja sama ini oleh Ki Hajar Dewantoro sebelumnya telah diberikan kepada Thamrin. Kepada Thamrin, Ki Hajar Dewantoro juga meminta agar Thamrin tidak memanfaatkan situasi sulit yang sedang dialami Belanda.
Thamrin kemudian memutuskan menunda kongres Parindra di Banjarmasin. Thamrin juga mendorong Surya Wirawan, gerakan pemuda Parindra, menggalang dana untuk disumbangkan kepada Belanda.
Tetapi, kepada Tabrani, Thamrin meminta agar Tabrani mengkritik kepindahan Ratu Belanda ke London. Sebelum Thamrin berkirim surat, terlebih dulu menerima Tabrani di rumahnya.
Matu Mona menulis cerita lebih detail kasus ini di buku Riwajat Penghidupan dan Perdjuangan M Husni Thamrin (Pustaka Timur, 1941). Ada satu bab sendiri, berjudul "Serang-serangan" dan sedikit dilanjut di bab Cliche Affaire.
Pada 17 Mei siang, Pemandangan digeledah polisi tak lama setelah Tabrani tiba di kantor Pemandangan sepulang dari rumah Thamrin. Matu Mona menulis, "...tibalah kacung mengantarkan surat dari Thamrin sendiri, kandungan surat itu ialah penjelasan tentang pembicaraan mereka berdua tadi dengan mulut. Sekarang isi pati percakapan itu ditulis oleh Thamrin hitam di atas putih."
Berkas-berkas lain di sita, tetapi surat Thamrin yang tergeletak di meja tak diambil polisi. Surat dari Thamrin itu diterima Tabrani tak lama sebelum Pemandangan digeledah polisi.
Ini yang menurut Matu Mona membuat Tabrani terheran-heran. Mengapa Thamrin harus menuliskan ucapannya, padahal sebelumnya sudah disampaikan langsung oleh Thamrin kepada Tabrani?
Pagi hari tanggal 17 Mei itu, Tabrani menelepon Thamrin untuk membicarakan sesuatu. Thamrin menyarankan agar bertemu muka karena riskan berbicara di telepon ketika polisi sedang ketat mengawasi tokoh-tokoh pergerakan. Tabrani pun segera ke rumah Thamrin.
Versi yang ditulis Hering, Thamrin-Tabrani bertemu setelah Thamrin mengirim surat kepada Tabrani. Cerita ini kurang masuk akal karena Pemandangan sudah ada kepastian diberedel setelah penggeledahan itu. Untuk apa Tabrani bertemu Thamrin?
Terlihat masuk akal untuk cerita Thamrin-Tabrani bertemu pagi hari sebelum penggeledahan seperti yang tertuang dalam cerita versi Matu Mona. Tabrani menemui Tham rin untuk mendapatkan bahan tulisan yang harus diterbitkan sore hari. Pemandang anterbit sore hari di atas pukul 16.30.
"Demikianlah pagi itu --sebelum berlaku penggeledahan-- Tabrani mendatangi rumah Thamrin. Apa yang diperkatakan antara mereka berdua di rumah Thamrin tinggal jadi rahasia, kecuali kelak kalau Tabrani menuliskan autobiografinya sendiri (yang kita sangka tentu akan diperbuatnya yang demikian itu) akan tetapi apa yang tersiar di luar ialah antara lain-lain mereka mempercakapkan tentang kepindahan pemerintahan Belanda dari Den Haag ke Londen. Thamrin, kata Tabrani, meminta supaya ia menulis tentang peristiwa itu sebagai hoofdartikel Pemandangan,'' tulis Matu Mona.
Matu Mona menyebut alasan pemberedelan adalah tulisan "Sumbangan Indonesia". Kemungkinan ini tulisan yang disiapkan untuk terbit 17 Mei sore, tetapi tak jadi terbit karena keburu diberedel. Di edisi sebelumnya, 16 Mei 1940, di halaman kota, dimuat beragam aksi penggalangan dana untuk disumbangkan ke Belanda setelah Belanda morat-marit karena perang Eropa.
"Dalam persoalan Thamrin ini, segala reaksi dan emosi rakyat Indonesia yang tidak bisa ditujukan pada pemerintah atau masyarakat Belanda, akhirnya ditujukan pada Tabrani,'' tulis Onghokham di buku Runtuhnya Hindia Belanda (Gramedia, 2014).
"Tabrani dicaci dan dimaki-maki di dalam pers Indonesia selama berminggu-minggu sebagai orang yang tidak bonafide, sebagai pengkhianat terhadap temannya, dan sebagai pembunuh Thamrin sendiri,'' lanjut Onghokham.