Kamis 26 Sep 2019 17:43 WIB

Sejarah Perang, Mata Rantai Kejayaan Peradaban Islam

Perang dalam Islam memiliki aspek ruhiyah yaitu untuk membebaskan dari kezaliman

Perang yang dipimpin Rasulullah
Foto: republika
Perang yang dipimpin Rasulullah

Ali bin Husain bin Ali ra pernah berkata, “Kami dahulu diajari tentang sejarah peperangan Nabi Saw. baik yang Nabi ikut serta maupun tidak, sebagaimana kami diajari tentang surat Al-Qurān.” (Al-Jaami’ li Akhlaaq Ar-Raawi wa Aadaab as-Saami’  2/195)

Perkataan tersebut menunjukkan bahwa mempelajari sirah perang Nabi Muhammad SAW merupakan perkara penting dalam Islam, sebagaimana mempelajari Alquran. Dengan membaca sirah, kita akan mengetahui bahwa Rasulullah SAW selain menjadi nabi juga seorang panglima perang. Generasi Islam masa kini perlu tahu sejarah perang Nabi SAW agar mampu mengambil hikmah dari berbagai peristiwa disana. 

Rencana penghapusan materi perang dalam kurikulum madrasah ibtidaiyah hingga aliyah akan membuat siswa kehilangan pelajaran berharga dari Rasulullah SAW Perang Uhud misalnya, mengajarkan kepada kita tentang sikap disiplin pada aturan dan pimpinan. Perang fath Makkah mengajarkan tentang semangat juang yang tinggi dan keyakinan terhadap pertolongan Allah Swt.

Amnesti umum setelah fath Makkah mengajarkan tentang sikap welas asih. Pada semua perang ada akhlaq yang dicontohkan Rasulullah Saw. Jika Sirah disampaikan tak utuh, lantas darimana kita bisa meneladani Beliau?

Banyak fase dalam hidup Rasulullah SAW terkait dengan perang. Ibnu Hisyam menyatakan bahwa di masa Rasul SAW  terjadi 27 perang (ghazwah). Terdapat 9 perang yang beliau pimpin langsung yakni : Perang Badar Al-Kubra, Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang Bani Quraidhah, Perang Bani Musthaliq dari Bani Khuza’ah, Perang Khaibar, Perang Fath Makkah, Perang Hunain dan Perang Tabuk.

Sementara di peperangan lainnya, Rasulullah Saw. hanya terlibat dalam mengatur dan mengarahkan pasukan. Selain ghazwah, Rasulullah Saw. juga mengirim detasemen (sariyah).

Perang yang Membebaskan 

Peperangan Rasulullah Saw. tersebut bukan sekadar adu kekuatan di medan laga sebagaimana umumnya perang. Juga bukan pembumihangusan sebuah daerah untuk dijarah kekayaannya, sebagaimana yang dipraktikkan negara-negara barat.

Perang dalam Islam memiliki aspek ruhiyah yakni didasari aqidah Islam, diatur dengan syariat Islam dan ditujukan untuk membebaskan manusia dari kezaliman. Misalnya Fath Makkah yang berakhir damai, berhasil menghapuskan kemusyrikan dan menghilangkan berbagai praktik zalim yang terjadi di era jahiliyah.

Misalnya praktik penguburan bayi perempuan hidup-hidup, pewarisan istri, riba, curang dalam timbangan, berdusta dalam jual beli dan lain-lain. Semua keburukan tersebut diganti dengan kemurnian tauhid, memuliakan perempuan, kejujuran, adil dalam timbangan, akhlaq mulia, dan lain-lain.

Jadi perang dalam Islam ditujukan untuk menyebarkan kebaikan Islam bagi seluruh alam. Namun perang bukan satu-satunya jalan menyebarkan Risalah Ilahi. Pertama-tama, Islam disebarkan dengan dakwah.

Yakni dengan hikmah, mauidhah hasanah (nasihat kebaikan) dan jidal (debat yang baik). Nusantara termasuk wilayah yang ditaklukkan Islam secara damai melalui dakwah.

Namun di wilayah lain, penguasa yang zalim acapkali menghalangi tersebarnya kebaikan Islam dengan pengerahan kekuatan militer. Mereka khawatir dengan datangnya kebaikan Islam, kekuasaannya akan diambil lagi oleh rakyat. 

Misalnya yang terjadi di Andalusia/Spanyol. Sebelum Islam datang, daratan Iberia itu dikuasai oleh seorang raja zalim yang dibenci oleh rakyatnya, yaitu Raja Roderick.

Selain menyebabkan ekonomi negara morat-marit, Roderick juga bersikap kejam terhadap rakyat. Di sisi lain, berita tentang keadilan umat Islam masyhur di masyarakat seberang Selat Gibraltar ini.

Oleh karena itu, orang-orang Andalusia sengaja meminta tolong dan memberi jalan kepada umat Islam untuk menggulingkan Roderick dan membebaskan mereka dari kezalimannya. Akhirnya Andalusia berhasil dibebaskan oleh pasukan Thariq bin Ziyad. 

Perang dan Kejayaan Islam

Kejayaan yang diraih peradaban Islam tidak akan bisa terwujud tanpa ada pembebasan wilayah dengan perang (futuhat).  Kejayaan Abbasiyah yang berpusat di Irak tidak akan terwujud tanpa futuhat yang dilakukan pasukan muslim yang dipimpin Sa'ad bin Abi Waqqas ra.

Pasukan ini berhasil mengalahkan kerajaan Romawi dan Bizantium dalam Perang Yarmuk pada 636 M. Kejayaan Utsmaniyah juga tidak akan terwujud tanpa ada serangan nan tak kenal lelah oleh pasukan Muhammad Alfatih terhadap konstantinopel. Pada 29 Mei 1453, Romawi Timur berhasil ditaklukkan sehingga Sultan Mehmed II mendapat gelar Alfatih (Sang Penakluk). 

Sekian tahun setelah penaklukan tersebut kita bisa menyaksikan bahwa Baghdad menjadi mercusuar dunia, rujukan utama dalam bidang pendidikan. Hingga para Raja Eropa mengirim pangeran dan putri mereka untuk menuntut ilmu di Baghdad.

Sekian tahun setelah penaklukan Konstantinopel, Utsmaniyah menjadi ikon kecanggihan militer. Hingga pasukan barat sudah ciut nyalinya hanya karena mendengar derap langkah pasukan Utsmaniyah atau melihat benderanya dari kejauhan.

Demikianlah Islam datang menghapus kezaliman dan membawa kegemilangan. Adanya perang merupakan bagian tak terpisahkan dari kejayaan Islam. 

Pengirim: Ragil Rahayu, Pengasuh Majelis Taklim Mar'atus Solihah Sidoarjo 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement