Rabu 25 Sep 2019 18:09 WIB

Langit Merah Bukan Mars

Bencana kabut asap membuat langit di Jambi berwarna merah seperti Mars

Langit di wilayah Muaro Jambi berwarna merah.
Foto: foto istimewa
Langit di wilayah Muaro Jambi berwarna merah.

Beredar di dunia maya warna langit kemerahan di Jambi, siang selepas tengah hari. Ini bukan keindahan alam, tapi bencana. Langit merah menakutkan. Bagai dikepung api, pergerakan kabut asap dari titik api menyebabkan fenomena langit merah. Suasana siang hari pun layaknya seperti malam hari. Bahkan, saat keluar rumah, warga harus memakai senter karena gelap.

Cuaca di wilayah tersebut diselimuti kabut asap hingga langit terlihat berwarna merah kekuning-kuningan seperti Planet Mars. Muaro Jambi berwarna merah yang akibat sinar matahari tertutup asap tebal. Menurut satelit Himawari, fenomena tersebut diakibatkan oleh banyaknya titik panas (hotspot) dan sebaran asap tebal.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terjadi beberapa waktu terakhir, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) total ada 328.724 hektar lahan yang terbakar. Provinsi Kalimantan Tengah paling banyak sejumlah 1.996 titik api, Kalimantan Barat (1.150); Kalimantan Selatan (199); Sumatera Selatan (194); Jambi (105); dan Riau (14).

Tanpa dibarengi kecepatan memadamkan api, dipastikan wilayah yang terbakar akan bertambah luas. Terjadi peningkatan pasien dengan gangguan saluran napas. Bagaimana tidak, udara kotor yang mereka hirup mengandung partikel kecil hasil pembakaran hutan yang terbawa angin dan dihirup manusia. Asap benar-benar mengancam jiwa.

Kegiatan manusia pun praktis terhenti, aktivitas lumpuh. Udara memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Terlihat betapa manusia tidak mampu mengusahakan udara bersih. Nikmat Allah yang sejatinya didapat secara cuma-cuma, ternyata menghabiskan biasa besar ketika manusia ingin mengembalikan setelah merusaknya.

Seorang pejabat publik mengatakan agar warga pasrah dan berdoa sebab musibah datangnya dari Allah. Padahal kerusakan yang terjadi hakikatnya adalah ulah tangan manusia sendiri, bukan dari Allah. Manusia merusak alam. Membuka lahan dengan cara murah dan mudah tanpa peduli kerusakan yang ditimbulkan. 

Bukan hanya manusia yang menderita, satwa, tumbuhan dan alam pun ikut merasakan dampaknya. Sejumlah hewan mati, orang utan, ular, gajah, dan lainnya kehilangan tempat tinggal saat rumah mereka dimakan api. Suhu udara pun tinggi. Air dan udara tercemar.

Allah Ta’ala berfirman, “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).

Mengembalikan alam, hanya bisa dilakukan dengan Islam. Taat kepada hukum Allah bukan hukum manusia, sebab manusia terbukti terbatas. Dengan Islam, kasus kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah, sebab konsensi tidak lagi diberikan pada individu atau swasta. Akan tetapi benar-benar dikelola oleh negara demi kemaslahatan umat.

Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter Cirebon.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement