Rabu 25 Sep 2019 07:19 WIB

Mengikuti Cahaya Sang Penjelajah Ilmu

Kisah hidup Kiai Ahmad Sanusi itu dibuat mengalir dan hidup.

Rep: Endah Hapsari/ Red: Karta Raharja Ucu
Sang Penjelajah Ilmu
Foto: Republika
Sang Penjelajah Ilmu

REPUBLIKA.CO.ID, Malam masih pekat, tepat tengah perjalanan sebelum pagi, hingga bulan yang bergeser dari peraduannya tak sedikit pun orang tahu. Masjid satu-satunya yang berdiri gagah di kampung itu juga tampak sunyi karena semua santri tidur lelap.

Seorang lelaki paruh baya sepertinya menjadi satu-satunya yang masih melakukan aktivitas di sekitar masjid. Dia baru saja menyelesaikan rakaat terakhir dari shalat malam. Tiba-tiba saja, dia melihat sepotong bulan bercahaya indah yang melesat menuju masjid tempatnya biasa mengajar.

Kiai dengan rambut beruban tersebut melihat dengan takjub, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Kecepatan bulan makin berkurang saat berada di kubah hijau masjid seolah sedang mencari sasaran yang tepat dari pesan langit yang sedang dibawanya.

Di luar dugaan, ternyata bulan menerobos masuk ke dalam masjid, meninggalkan kiai yang semakin tercengang dengan peristiwa yang dilihatnya barusan. Apa sebenarnya yang sedang dicari rembulan di masjidnya?

Maka, demi menuntaskan rasa penasaran, kiai sepuh bergegas menuju masjid yang gulita. Melepas dengan tergesa sebelum akhirnya melangkah ke dalam. Bulan tak terusik, sama sekali tak terganggu dengan kiai sepuh yang membuntutinya. Bulan justru makin melambat, seakan masih berkonsentrasi dengan pencariannya di dalam masjid tersebut.

Masjid luar biasa gulita, satu-satunya cahaya yang membuat benderang berasal dari bulan yang bulat raksasa. Kiai sepuh mengintip dari balik kusen, penasaran dengan hal yang selanjutnya akan terjadi.

Bulan dengan cahaya terang tersebut berhenti di salah satu santri yang tertidur untuk akhirnya masuk ke dalam tubuh sang santri. Seolah tubuh yang sedang lelap itu memiliki daya kekuatan magnet yang mampu menarik bulan bundar raksasa masuk ke dalam tubuhnya.

Kiai sepuh yang mengintip dari balik pintu segera berlari, mencari santri yang baru saja "dirasuki" oleh bulan yang benderang. Sayangnya, karena suasana yang gulita, dia tak bisa melihat wajah santri yang tidur di mas jid tersebut. Maka, dia kemudian membuat tanda dengan mengikat simpul mati sarung santri misterius itu.

Hingga akhirnya, hari beranjak siang dan kiai sepuh memimpin pengajian pagi itu. Sebelum memulai pengajian, kiai menanyakan apakah ada di antara santri yang bangun tidur dengan sarung terikat antara ujung kanan dan ujung kiri. Kiai sepuh pun meminta anak yang terikat sarungnya agar maju ke depan.

Tak disangka, seorang anak di baris tengah mengacungkan tangan maju perlahan ke depan, duduk tepat di hadapan sang kiai. Kiai sepuh melafalkan tahmid takjub, sebelum akhirnya memeluk erat anak itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement