Ahad 22 Sep 2019 07:23 WIB

Lulusan Perguruan Tinggi Didorong Berkarya Lewat Start-up

para lulusan perguruan tinggi benar-benar melek Revolusi Industri 4.0.

mahasiswa dan startup. Ilustrasi.
Foto: Reuters
mahasiswa dan startup. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,BANJARMASIN -- Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengingatkan para lulusan perguruan tinggi benar-benar melek Revolusi Industri 4.0. Legislator Partai Golkar itu menuturkan, ada banyak tantangan sekaligus peluang di era perubahan besar yang berbasis pada kemajuan teknologi informasi itu.

Misbakhun menyatakan hal itu saat menyampaikan orasi ilmiah di depan wisudawan dan wisudawati pada Sidang Senat Terbuka Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (21/9). “ Revolusi Industri 4.0 memengaruhi cara industri beroperasi dan cara melayani konsumen. Situasi ini memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan diri,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima, Ahad (22/9).

Mantan pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Keuangan itu menjelaskan, besarnya perusahaan bukan lagi ukuran keberhasilan. Sebab, kini yang dituntut adalah kelincahan dan kemampuan membaca kebutuhan pasar. 

Dalam orasi ilmiah bertitel “Kesiapan Daya Saing dan Jiwa Entrepeneur SDM Indonesia di  Era Revolusi Industri 4.0” itu  Misbakhun mencontohkan Grab dan Go-Jek yang menjadi ancaman bagi pemain-pemain besar industri transportasi. Contoh lainnya adalah Airbnb yang menggerus kampiun perhotelan. 

“Grab dan Go-Jek justru tidak memiliki satu pun armada transportasi. Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama industri perhotelan dan tidak memiliki satu pun hotel,” tuturnya.

Ia menuturkan inti Revolusi Industri 4.0 adalah makin kuatnya peran internet yang memudahkan komunikasi antarmanusia, manusia dengan mesin, bahkan mesin dengan mesin. Karena itu, katanya, peran manusia lebih pada fungsi controling. “Untuk memastikan mesin berinteraksi sesuai yang diharapkan,” katanya.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, hal menonjol di era Revolusi Industri 4.0 adalah disrupsi. Kini, nama-nama besar di berbagai sektor industri menghadapi disrupsi.

Misbakhun menjelaskan, nama-nama besar di industri kalah bersaing bukan karena melakukan kesalahan. Sebagai contoh adalah Nokia yang produk-produknya pernah merajai pasar, namun kini tergusur dan kalah bersaing.

Menurutnya, Nokia kalah bersaing bukan karena kurang kreatif ataupun tak berinovasi. “Kini inovasi berkelanjutan yang dulu dianjurkan para ahli, tak cukup lagi.  Ini menjadi persoalan besar pada abad ini, sebab kini dunia tengah menyaksikan tumbangnya merek-merek besar yang tak pernah kita duga akan secepat itu terjadi,” ulasnya. 

Karena itu Misbakhun mendorong wisudawan dan wisudawati berani berpikir kreatif dan orisinal. Langkah yang bisa ditempuh adalah dengan membuat perusahaan rintisan atau start-up.

Kini, katanya, generasi milenial tidak lagi tertarik pada usaha mikro kecil dan menengah. Kuncinya adalah penguasaan pada teknologi informasi dan berani mengambil risiko. 

“Di banyak negara, bisnis start-up diyakini berdampak pada penciptaan lapangan kerja yang besar sehingga mereka diberi ruang dan area khusus serta kebijakan yang kondusif,” katanya.

Misbakhun pada pengujung orasi ilmiahnya berpesan kepada para wisudawan dan wisudawati untuk kreatif, tahan banting, mampu memahami kebutuhan pasar, serta berani mempelajari hal-hal baru. 

“Karena itulah yang lebih menentukan kesuksesan di masa depan,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement