Kamis 19 Sep 2019 12:03 WIB

TTO Solusi Agar Riset tak Hanya Masuk Kotak

TTO berperan mendorong riset penelitian masuk ke ranah komersial atau terapan

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Budi Wiweko
Foto: dok
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Budi Wiweko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia saat ini sangat membutuhkan technology transfer office (TTO) agar riset di Indonesia maju dan tak hanya masuk kotak. Salah satu peran utama TTO adalah membawa penelitian ke ranah komersial atau terapan untuk menyongsong Indonesia emas di 2045, TTO harus ditujukan pada kesejahteraan rakyat dan salah satu pilar negara berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri.

“Saat ini kesenjangan atau gap yang terjadi umumnya di fase antara penelitian transisional dengan terapan yang membutuhkan dukungan kuat dari pihak industri,” kata Wakil Direktur Medical Education Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Prof Budi Wiweko, SpOG-KFer, di Jakarta, Kamis (15/8).

Hampir semua universitas terkemuka di dunia, menurut Wiweko, menaruh perhatian besar pada bidang TTO ini. Apalagi, banyak penemuan yang lahir dari universitas mampu memberikan efek perubahan signifikan.

Iko, sapaan akrabnya, mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) terdapat Association University Technology Managers (AUTM), sebuah organisasi yang bertugas mengoordinasi semua TTO universitas di AS. 

Menurut Iko, perjalanan panjang AUTM sejak 1996 sampai tahun 2015 berhasil mendorong 380 ribu penemuan dengan 80 ribu di antaranya mendapatkan paten.  Gambaran ini, kata Iko, menunjukkan hanya sekitar 20 persen invensi yang berujung mendapatkan paten dan potensial menjadi produk. Karena itu, gagasan untuk melakukan penelitian harus terus diasah, dilatih, didorong serta difasilitasi oleh pemerintah, akademisi dan pihak industri.

Selain itu, lanjut Iko, komunikasi intensif, kondusif, dan interaktif akan membuka peluang akselerasi prototipe riset ke ranah komersialisasi.  “Hal ini sangat diperlukan agar riset Indonesia tak lagi hanya masuk kotak, " kata sekjen Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia ini.

Iko mengataian, TTO berperan sebagai corong komunikasi, endorser, perencana bisnis, dan negosiator.

“Seorang technology transfer officer memiliki kemampuan ulung untuk mengendus, serta mendeteksi potensi komersialisasi dari sebuah aktifitas riset,” tambah Iko. 

Karenanya, TTO harus memiliki kemampuan membaca dan menterjemahkan kebutuhan pasar sesuai terminologi demand readiness level (DRL). 

Konsep itu, harap Iko, dapat menarik dengan cepat aktifitas dan produk riset untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pasar.  Selain itu, TTO juga harus bekerja dengan cepat, jeli dan tidak bosan-bosannya melihat potensi kebaruan yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga akan mengakselerasi pusat riset untuk segera mewujudkannya melalui sebuah produk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement