Selasa 17 Sep 2019 14:12 WIB

Duka Tersekap Kabut Asap

Harus ada upaya bersama agar masyarakat tak tersekap kabut asap di waktu mendatang

Pengendara kendaraan bermotor melintas di jalan Soekarno Hatta ketika kabut asap pekat dampak karhutla menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (17/9/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Pengendara kendaraan bermotor melintas di jalan Soekarno Hatta ketika kabut asap pekat dampak karhutla menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (17/9/2019).

Kota Pekanbaru, Riau, dikepung kabut asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Masyarakat pun diminta untuk waspada akan dampak yang ditimbulkan. Diberitakan Kompas.com, Jumat (13/9), Pemerintah Provinsi Riau bersama jajaran lintas sektoral telah mengeluarkan pedoman bersama untuk mengantisipasi dampak kabut asap tersebut.

Dampak kebakaran hutan dan lahan akan terus terasa dan menyebar meski api telah padam. Meski efeknya tampak tak berbahaya secara kasat mata, ada banyak bahaya yang bisa berakibat fatal bagi kesehatan.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, Kamis (12/9/2019), jarak pandang di Pekanbaru hanya sekitar 800 meter. Papan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di depan kantor Wali Kota Pekanbaru berada di level tidak sehat. 

Hampir setiap warga yang beraktivitas di luar mengenakan masker. Sejumlah warga juga mengeluhkan kabut asap yang semakin hari kian pekat. Kabut asap ini sudah berdampak pada kesehatan warga. Rata-rata warga mengeluhkan sesak napas.

Rasa empati pada mereka yang berduka tentunya tak cukup hanya sebatas bantuan obat ataupun doa. Harus ada upaya agar mereka tak tersekap kabut asap di waktu mendatang. Terlebih, kebakaran hutan terjadi hampir tiap tahun.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah seleksi dan perizinan pembukaan lahan harus diperketat. Alangkah bijaknya apabila hanya perusahaan atau individu yang mengerti hutan dan lahan gambut serta yang mampu membuka dengan jalan selain membakar lahan lah yang diperbolehkan. Jika tidak mampu, maka tidak diberi izin. Sebab dalam konsep ekonomi saat ini, membersihkan atau membuka lahan dengan dibakar dinilai paling murah. 

Sehingga demi keuntungan, nasib penghirup asap tak begitu dipikirkan. Pun jika ditangkap pelaku individunya nya ataupun perusahannya, sepertinya juga tidak membuat jera. Apalagi jika hukuman yang diberikan dinilai tidak tertegakkan sempurna lantaran ada celah yang bisa dipakai berkelit. Berulangnya kebakaran di tahun berikutnya adalah buktinya.

Ini semuanya menunjukkan bahwa dalam sistem liberal kejadian di lapangan seringnya tidak sesuai dengan regulasi yang ditentukan. Larangan ataupun pantangan tidak lagi diindahkan. Kerugian di pihak lain tak dipersoalkan asalkan tidak menghalangi pengembangan usaha. Tentunya sangat jauh berbeda dengan Islam.

Pertama, Islam memandang apapun yang menimpa manusia akibat ulah hingga menimbulkan kerusakan di darat dan di laut adalah akibat perbuatan mereka, agar ada hikmah yang bisa diambil dan disadari untuk kemudian kembali ke ajaran Islam. Termasuk dalam pengelolaan hutan dan lahan, kesalahannya adalah mengikuti paradigma liberal sebagai asas dalam pembuatan aturan dan regulasi terkait.

Kedua, Islam akan mengembalikan pengaturan hutan dan lahan sesuai dengan hukum Allah. dalam pandangan Islam, hutan ini termasuk kepemilikan umum. Negara lah yang bertanggung jawab penuh mengelolanya, sebab hutan termasuk bagian dari kepemilikan umum yang tidak benar jika diberikan kepada individu atau perusahaan swasta sekalipun. Pengelolaan hutan sebagai milik umum dilakukan untuk kemaslahatan rakyat dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian-keuntungan ekonomi-dan kesejahteraan rakyat secara seimbang.

Ketiga, secara teknis yang termasuk tanggungjawab negara adalah melakukan edukasi serta menemukan tata cara pembukaan hutan dan lahan yang aman bagi lingkungan. Penambahan pembukaan hutan itu pun jika diperlukan, sebab peran penting hutan sebagai penyangga udara bersih juga harus dijaga.

Dalam hal ini negara juga perlu membangun kesadaran masyarakat sekitar hutan guna berpartisipasi mewujudkan kelestarian hutan, agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh generasi demi generasi.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement